*Bijak Berplastik Bukan Fobia Plastik
Tentu saja tidak ada di antara kita yang bisa melepaskan diri dari plastik. Sebut saja pakaian. Di sana ada serat plastik. Begitu juga dengan telepon pintar tentu saja ada unsur plastik. Beli sayuran, makanan, bahkan pakaian pun akan dibungkus dengan kantong plastik. Belakangan mulai muncul persoalan terkait dengan sampah plastik. Itu bukan berarti memushui plastik, tapi menggalang kerjasama untuk menanggulangi sampah dan limbah plastik yang tidak diolah.
Plastik sendiri diciptakan untuk mendukung kehidupan manusia, "Plastik jelas tidak berbahaya," kata Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone-Indonesia, pada acara Bincang #BijakBerplastik dengan tema "Pentingnya Kolaborasi dalam Mengatasi Permasalahan Sampah Plastik" yang diselenggarakan oleh Danone-Indonesia di Jakarta, 18/10-2018, sebagai upaya memasyaratkan upaya penanggulangan sampah plastik bersama blogger, masyarakat dan komunitas.
Plastik tidak bisa lepas dari kehidupan, seperti dikatakan oleh Emenda Sembiring, Industrial Engineering, Environmental Engineering and Quantitative Social Research, ITB Bandung, karena plastik bisa dibentuk sesuai keinginan, tahan air, awet, bisa melindungi isi dengan baik dan tentu saja praktis. Hal ini disampaikan Emenda pada Bincang #BijakBerpalstik.
Plastik jadi masalah besar ketika plastik jadi sampah sumber polusi yang mengotori lahan, sungai, danau dan lautan. Tapi, "Bukan berarti kita fobia terhadap plastik," ujar Arif mengingatkan (KBBI: fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya).
Memang, dampak buruk (sampah) plastik tidak langsung dirasakan. Tapi, dalam beberapa kasus plastik dalam partikel-partikel kecil bisa termakan melalui daging ikan yang dimakan. Ini terjadi karena ikan di laut memakan sampah plastik yang tidak bisa terurai sehingga daging ikan yang dimakan pun mengandung partikel plastik.
Sebagai gambaran, popok bayi yang mengandung polietilena atau termoplastik, bahan yang sama dipakai untuk membuat dengan kantong plastik, jika dibuang setelah dipakai akan tetap ada di Bumi sampai 450 tahun. Bahkan, tali pancing tidak busuk sampai 600 tahun di Bumi (Deutsche Welle, 14/3-2018).
Indonesia sendiri jadi sorotan dunia ketika media massa internasional memberitakan tentang penyelam yang justru berhadapan dengan sampah plastik di perairan laut di Pulau Bali. Padahal, aktraksi pariwisata penyelaman itu untuk menikmati pemandangan di perairan laut berupa terumbu karang dan ikan. Ini tentu saja ‘tamparan’ untuk Indonesia karena Pulau Bali merupakan daerah tujuan utama (DTW) pariwisata nasional, bahkan masuk kelas internasional.
Sampah plastik bisa sampai ke sungai, danau dan laut al. terjadi karena pengelolaan sampah serta perilaku orang per orang yang belum sampai pada tahap kepedulian terhadap kehidupan. Pengalaman Swietenia Puspa Lestari, Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) Indonesia (Yayasan Penyelam Lestari Indonesia), yang dibesarkan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, membawanya melakukan aksi nyata sesuai dengan kegemarannya yaitu mengumpulkan sampah di laut sambil menyelam.
Swietenia menyampaikan kekecewaannya ketika  warga yang tidak peduli terhadap sampah plastik di sepanjang pantai di Indonesia. "Aksi kami berkembang jadi komunitas yang peduli terhadap sampah plastik di seluruh Indonesaia," kata Swietenia pada acara Bincang #BijakBerplastik.
Botol Plastik
Laporan Deutsche Welle (17.02.2015) menunjukkan dari lima negara pembuan sampah plastik ke laut Indonesia ada di peringkat kedua dengan jumlah 3,2 juta ton/tahun (87 persen dari total sampah plastik Indonesia). Jumlah ini bagian dari 3,8 juta ton sampah plastik yang dibuang penduduk Indonesia, Itu artinya seorang penduduk Indonesia membuang 17,2 kg sampah plastik ke laut.
Sorotan dunia terhadap Indonesia, apalagi media ramai memberitakan penyelam di Bali yang 'dihadang' sampah plastik, pemerintah kemudian menargetkan pada tahun 2025 sampah plastik di laut akan berkurang 75 persen. Danone-Aqua sendiri sejak tahun 1993 yang dimotori oleh Tirto Utomo, pendiri Aqua, melancarkan progrtam "Aqua Peduli" yaitu perusahaan membeli kembai botol bekas dari konsumen untuk didaur ulang.
Dalam kaitan ini, menurut Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone-Indonesia, Danone-Aqua bergabung dalam misi Indonesia untuk mengurangi sampah plastik di lautan sebesar 75 persen pada tahun 2025 lewat kebijakan perusahaan berupa komitmen #BijakBerplastik.Â
"Untuk mendukung komitmen itu ada tiga pilar yaitu pengumpulan sampah plastik, edukasi dan inovasi," kata Karyanto pada acara Bincang#BijakBerplastik. Ada enam pusat pengumpulan plastik yang didukung Danone-Aqua yaitu di Kepulauan Seribu, Tangerang dan Bandung (Pulau Jawa), Bali, Lombok (NTB) dan Labua Bajo (NTT).
Danone-Aqua yang memakai plastik untuk kemasan air minum mengandalkan galon yang bisa diisi ulang, tapi ketika seseorang dalam perjalanan disediakan pula kemasan kecil dengan plastik yang tidak akan dipakai untuk isi ulang. Penyumbang sampah plastik terbesar adalah botol minuman. Tahun 2016, misalnya, dilaporkan 480 miliar botol plastik terjual. Angka ini sama saja dengan penjualan 1 juta botol setiap menit. Diperkirakan 20.000 botol terjual setiap detik (Deutsche Welle, 14/3-2018).
Dengan situasi dan kondisi polusi sampah plastik yang sudah sangat genting, menurut Emenda, sudah saatnya mengajak masyarakat luas untuk ikut serta untuk mengatasi permasalahan sampah plastik. "Mulailah dari lingkungan kecil yaitu keluarga, selanjutnya lingkungan berskala besar, seperti kota sampai industri, untuk memilah sampah plastik agar tidak sampai ke tempat pembuangan terakhir atau hanyut ke laut," kata Emenda dengan penuh harap.
Bumi Lestari
Laporan Deutsche Welle (14.03.2018) menyebutkan 60-90 persen sampah di laut mengandung plastik. Setiap tahun 8 juta ton sampah plastik mengotori perairan laut di dunia. Gambarannya setiapo menit sebuah truk membuang sampah plastik ke laut. Jika tidak ada aksi nyata menanggulangi sampah plastik, maka pada ahun 2050 diperkirakan jumlah sampah plastik di laut lebih banyak daripada ikan.
Danone-Aqua sendiri melakukan berbagai kegiatan nyata untuk mendukung komitmen #BijakBerpalstik, seperti inisasi dengan 6 Recycling Business Unit (RBU), kolaborasi dengan berbagai macam mitra untuk menjalankan program dan inovasi, seperti mengambangkan Bank Sampah Induk. Setiap bulan terkumpul 204 ton sampah plastik ekonomis di 1.058 unit dengan anggota 26.654 keluarga yang beromset Rp 361 juta/bulan.
Kerjasama dengan H&M Indonesia mengembangkan program #Bottlefashion yaitu menjadikan botol plastik di Kepulau Seribu jadi produk fashion. "Danone-Aqua juga mendukung DCA yang melakukan aksi nyata mengatasi sampah plastik dengan skala nasional," ujar Karyanto.
Tanpa aksi nyata untuk menanggulangi sampah plastik, maka mikroplastik di laut akan melebihi jumlah galaksi Bima Sakti (Milky Way) yang diperkirakan jumlah bintangnya 100-400 miliar. Studi "Clean Seas" menyebutkan 51 triliun mikroplastik akan berseliweran di perairan laut di seluruh dunia (Deutsche Welle, 14/3-2018).
Nah, ketika sudah banyak warga, aktivis, perusahaan dan berbagai kalangan yang peduli terhadap sampah plastik, apa kontribusi Anda?
Singsingkan lengan baju pilah sampah plastik agar Bumi tetap lestari dan kita hidup sehat agar visi Danone-Indonesia "One Planet One Health" jadi bagian dari kehidupan umat manusia di Bumi ini. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H