Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Purwakarta, HIV Bukan Virus Maut

18 Oktober 2018   21:01 Diperbarui: 18 Oktober 2018   21:07 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: aids911.com)

Dalam 2 Tahun, 452 Warga Terjangkit HIV/AIDS. Ini judu berita di pikiran-rakyat.com (14/10-2018). Ini di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Judul berita ini tidak akurat karena tidak bisa diketahui dengan pasti kapan seorang pengidap HIV/AIDS tertular HIV. Yang bisa diketahui adalah hasil tes HIV seseorang. Itu artinya judul berita yang benar adalah: Dalam 2 Tahun, 452 Warga Terdeteksi Mengiap HIV/AIDS.

Selain itu sumber berita yaitu Yayasan Resik tidak menyebutkan sumber data. Terkait dengan data HIV/AIDS sumber yang kompeten (resmi) adalah Dinas Kesehatan Kab. Purwakarta dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab. Purwakarta. Agar data tsb. kuat sebaiknya wartawan konfirmasi ke Dinas Kesehatan atau KPA.

Dalam berita disebutkan: Sehingga perlu pembinaan serius dari semua pihak terhadap virus maut yang membahayakan ini.

Pernyataan ini menyesatkan dan ngawur karena HIV sebagai virus tidak menyebabkan kematian. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) karena penyakit-penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, pnemonia, TB, dll.

Disebutkan pula: Pemeriksaan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui Puskesmas. Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini kasus HIV-AIDS.

Yang luput dari perhatian adalah bahwa 'mendeteksi secara dini kasus HIV-AIDS' adalah langka di hilir. Artinya, hasil deteksi yang menunjukkan positif terjadi setelah warga tertular HIV/AIDS. Ini sama saja dengan membiarkan warga tertular HIV baru dideteksi.

Terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS yang diperlukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru di hulu pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan yakni pekerja seks komersial (PSK).

Sayang, wartawan dan sumber berita Direktur Yayasan Resik, Hasanuddin, sama sekali tidak membicarakan faktor risiko penularan HIV/AIDS di Kab. Purwakarta. Berita ini sama sekali tidak memberikan gambaran riil mengapa ada warta Purwakarta yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Disebutkan: "Mereka yang terjangkit ini kebanyakan masih berusia 26-48 tahun. .... " Ini jadi gaya pernyataan instansi dan institusi serta aktivisi terkait AIDS yang justru mengabaikan realitas sosial. Dari aspek seks usia 26-48 adalah masa libido yang menggebu-gebu sehingga adalah hal yang wajar kalau kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada rentang usia ini.

Persoalannya adalah mereka tidak menyadari perilaku seksual mereka berisiko tertular HIV/AIDS karena termakan mitos (anggapan yang salah). Mereka melakukan hubungan seksual bukan dengan PSK di lokasi pelacuran sehingga mereka menganggap tidak berisiko tertular HIV. Padahal, cewek yang melayani transaksi seks di berbagai tempat di luar lokasi pelacuran tetap saja berisiko karena praktek mereka itu sama saja dengan PSK.

[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Ada lagi pernyataan: .... banyak pula ODHA yang menutup diri dikarenakan stigma negatif dari pihak luar.

Penulisan ODHA tidak benar karena bukan akronim tapi kata yang mengacu ke Orang dengan HIV/AIDS (Odha).

Odha yang terdeteksi melalui tes HIV dengan standar prosedur operasi yang baku tetap terjaga identitasnya dan tetap dijangkau oleh instansi dan institusi terkait, tertutama jika sudah meminum obat antiretroviral (ARV).

Yang jadi persoalan besar dalam epidemi HIV/AIDS adalah warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Dalam berita juga sama sekali tidak ada penjelasan mengapa ada ibu rumah tangga yang tertular HIV yang selanjutnya menularkan HIV ke bayi yang dikandungnya. Tidak ada penjelasan terkait dengan perilaku seksual laki-laki dewasa.

Memang di Purwakarta tidak ada lokasi pelacuran terbuka, tapi apakah itu jaminan tidak ada transaksi seks dalam bentuk pelacuran di Purwakarta?

Nah, kalau saja wartawan yang menulis berita ini melihat realitas sosial terkait dengan transaksi seks di Purwakarta, maka akan tersaji berita yang membuka mata berbagai kalangan di Purwakarta tentang epidemi HIV/AIDS. Dengan demikian bisa jadi pembelajaran bagi warga agar tidak melakukan perilaku seks yang berisiko tertular HIV. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun