Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Riau, Tidak Ada Kasus HIV/AIDS dengan Faktor Risiko Seks Lesbian

8 Oktober 2018   11:26 Diperbarui: 8 Oktober 2018   17:04 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: bbc.com)

Ekslusif. Kasus HIV AIDS di Riau Didominasi LGBT. 64 Orang Usia Milenial. Ini judul berita di pekanbaru.tribunnews.com (8/10-2018).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 24 Mei 2017, menyebutkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Riau sampai tanggal 31 Maret 2917 adalah 5.567 yang terdiri atas 3.838 HIV dan 1.729 AIDS. Sedangkan periode Januari-September 2018 terdeteksi 393 kasus HIV/AIDS.

Pertama, pemakaian kata dominasi salah karena dominasi adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya) [KBBI]. Penularan HIV/AIDS tidak bisa didominasi oleh kelompok, jenis kelamin atau orientasi seksual.

Kedua, L pada LGBT adalah lesbian. Tidak ada laporan kasus penularan HIV dengan faktor risiko seks pada lesbian. Tidak ada seks penetrasi pada lesbian.

Ketiga, kalau yang disebut milenial berdasarkan usia yaitu di bawah 15-24 tahun, maka kasus HIV/AIDS pada kalangan tsb. justru realistis karena pada masa itu dorongan seks sangat kuat sehingga banyak yang melakukan seks berisiko tertular HIV/AIDS yaitu melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Kekacauan kian menjadi-jadi pada lead berita: Penderita HIV dan AIDS di Riau dari kalangan anak muda atau generasi milenial cukup tinggi, didominasi kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak otomatis menderita. Kasus HIV/AIDS pada kaangan anak muda atau generasi milenial tinggi karena mereka, al. termakan mitos (anggapan yang salah) bahwa HIV/AIDS hanya menular melalui zina dengan PSK di lokalisasi pelacuran. Mereka justru seks bukan dengan PSK sehingga merasa tidak berisiko.

Padahal, PSK dikenal dua jenis, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Banyak orang yang termakan mitos tertular HIV/AIDS karena seks dengan PSK tidak langsung.

[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Lagi pula kalau kasus HIV/AIDS banyak pada gay itu artinya penyebaran HIV/AIDS kecil karena mereka tidak punya istri. Bandingkan dengan laki-laki heteroseksual. Jika seorang laki-laki heteroseksual tertular HIV/AIDS, maka dia akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang beristri menularkan HIV ke istri (horizontal), kalau istri tertular ada pula risiko penularan ke janin yang dikandung istrinya kelak (vertikal). Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu.

Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir, melalui Kabid Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P), Muhammad Ridwan, ini rancu. Disebutkan: " .... faktor risiko penyebaran kasus HIV dan AIDS ahun ini didominasi oleh kaum heteroseksual atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), yakni 124 kasus."

LGBT bukan heteroseksual, tapi homoseksual yaitu gay dan lesbian. Sedangkan biseksual adalah heteroseksual dan homoseksual. Sedangkan transgender ada yang heteroseksual dan ada pula yang homoseksual.

Disebutkan pula: " .... berdasarkan analisa Diskes dan Komisi Penanggulangan AIDS(KPA) Provinsi Riau, masih banyak kalangan muda terjangkit HIV/AIDS melalui aktifitas LGBT namun belum terdeteksi."

 Seperti dijelaskan di atas tidak ada faktor risiko penularan HIV/AIDS melalui seks pada lesbian. Aktivitas seks pada gay terjadi di komintas mereka. Yang jadi persoalan besar adalah laki-laki biseksual yang berperan sebagai heteroseksual (ada yang beristri) dan sebagai homoseksual sehingga mereka jadi jembatan penyebaran HIV/AIDS dari kominitas biseksual ke masyarakat, al. istri dan pasangan seks mereka.

Sedangkan transgender, yang jadi pelanggan waria adalah laki-laki heteroseksual sebagian besar beristri. Studi di Surabaya (1990-an) menunjukkan laki-laki heteroseksual yang beristri jadi 'perempuan' (ditempong) ketika seks dengan waria (waria jadi laki-laki yang menempong). Akibatnya, laki-laki heteroseksual beristri rentan tertular HIV/AIDS dari waria yang mengidap HIV/AIDS karena waria tidak memakai kondom ketika seks melalui anus laki-laki heteroseksual.

Dalam berita ini sama sekali tidak ada isu tentang laki-laki dewasa heteroseksual yang sering melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Apakah di Riau tidak ada PSK langsung dan PSK tidak langsung?

Kalaupun tidak ada, apakah ada jaminan tidak ada laki-laki dewasa warga Riau yang melakukan hubungan seksual berisiko tertular HIV di luar Riau atau di luar negeri?

Sedangkan peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS Riau sama sekali tidak menyentuh akar persoalan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

[Baca juga: Menyibak Peran Perda AIDS Riau dalam Penanggulangan AIDS Riau]

Jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (5.567) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Pernyataan ini jelas tidak benar: Di antaranya dengan memberikan edukasi dan menganjurkan pemakaian alat kontrasepsi menghindari penularan penyakit HIV/AIDS. Soalnya, tidak semua alat kontrasepsi bisa mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Yang bisa hanya kondom.

Selama tidak ada langkah konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Riau sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun