Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Afirmasi Keagamaan di Australia

4 Oktober 2018   12:30 Diperbarui: 4 Oktober 2018   12:29 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemkot di Australia Tak Lagi Gunakan Doa Kristiani Sebelum Memulai Acara. Ini judul berita di "ABC News" (3/10-2018). Judul berita ini menggelitik di saat kian banyak pemeluk agama yang semakin konservatif.

Seperti diketahui pemerintahan kota di Victoria memulai rapat-rapat dengan Pengakuan Atas Tanah Pribumi yang disusul dengan doa-doa Kristiani. Namun, Waliko Macedon Ranges, Jennifer Anderson, mengatakan doa-doa tersebut (Kristiani) tidak lagi relevan dalam masyarakat yang menganut berbagai agama.

Di Indonesia tidak hanya kantor pemerintah dan swasta, sekolah pun ada yang memulai kegiatan dengan doa atau bacaan ayat-ayat suci. Ini bisa jadi persoalan kalau di satu kelas terdapat murid yang memeluk berbagai macam agama dan kepercayaan. Yang jadi masalah jika di satu kelas ada beragam agama dan kepercayaan yang dijadikan patokan adalah agama yang dipeluk mayoritas murid.

Dalam Peraturan Menteri Agama RI No 16/2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah di pasal 3 ayat 1: Setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Yang jadi persoalan kalau murid seagama di satu kelas kurang dari 15, maka kalau digabung dengan kelas lain mencukupi maka wajib disediakan guru agama. Tapi, yang sering terjadi murid yang tidak seagama dengan murid beragama mayoritas tetap di kelas mengikuti ritual agama mayoritas di kelas tsb. Bahkan, di pasal 4 ayat 3 disebutkan kalau di satu sekolah ada 15 murid yang memeluk satu agama, maka wajib ada pendidikan agama.

Pemerintaha kota di Negara Benua Australia ternyata mulai memikirkan afirmasi terkait dengan agama dan kepercayaan. Bahkan, terhadap warga yang mengaku 'tidak beragama'. Namun, perlu disimak bahwa 'tidak beragama' bukan berarti mereka tidak bertuhan.  Mereka memilih jalan lain untuk bertuhan.

Langkah beberapa pemerintah kota di Australia yang meniadakan doa pada awal acara-acara resmi pemerintah bertolak dari data yang diungkap Biro Statistik Australia (ABS) yang menyebutkan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini terjadi pergeseran penganut agama di kalangan warga Australia.

Hasil sensus terakhir menunjukkan warga yang mengaku "tidak beragama" meningkat tajam dari 19 persen pada tahun 2006 jadi 30 persen pada tahun 2016. Angka ini sama saja dengan hampir sepertiga warga Australia mengaku "tidak beragama". Sedangkan warga Victoria yang mengaku beragama selain Kristen pada tahun 2016 mencapai 10,6 persen. Angka ini sejalan dengan kenyataan bahwa warga Australia pun mulai memeluk agama Buddha atau Islam yang kian populer di Negeri Kangguru itu.

Bertolak dari hasil sensus itu Councillor di Kota Macedon (dekat Melbourne), Natasha Gayfer, pun mengusulkan untuk mengganti doa dengan kata-kata afirmasi. "Saya menghendaki pertemuan Pemkot dibuka dengan cara yang lebih mencakup berbagai agama di wilayah kami," kata Gayfer.

Terkait dengan realitas sosial soal doa Kristiani, "Saya rasa bagi seseorang yang tidak percara Tuhan, tentunya merasa tidak nyaman mengucapkan doa meminta petunjuk Tuhan," ujar Walikota Anderson.

Disebutkan bahwa langkah Pemkot Macedon yang meniadakan doa membuat setengah Pemkot di wilayah Central Victoria tidak lagi menggunakan doa pembuka dalam kegiatan resmi. Sebenarnya, tahun 2016 Pemkot Gannawarra telah meniadakan doa, dan jauh sebelumnya Pemkot Mount Alexander meniadakah doa pada tahun 2003.

Langkah yang diambil beberapa Pemkot itu, disebutkan oleh David O'Loughlin (Ketua Asosiasi Pemerintahan Lokal Australia), sebagai upaya untuk selalu menyesuaikan citra mereka untuk mewakili latar belakang budaya, etnis dan bahasa yang berbeda. 

Yang jadi persoalan belum ada kesepakatan tentang kata-kata afirmasi untuk mengganti doa Kristiani. *

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun