Berdasarkan cara pelaporan kasus HIV/AIDS yang dipakai pemerintah yaitu kumulatif, jumlah kasus lama ditambah dengan kasus baru begitu seterusnya, maka jumlah kasus HIV/AIDS (yang terdeteksi) tidak bisa dikurangi biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal dunia.
Maka, judul berita "Kurangi Pengidap HIV/AIDS, Pemkot Jakarta Barat akan Lakukan Sosialisasi dan Pemetaan ke Masyarakat" (jakarta.tribunnews.com, 1/10-2018) jadi tidak masuk akal. Lagi pula bagaimana sosialisasi dan pemetaan bisa mengurangi pengidap HIV/AIDS?
Yang bisa dikurangi adalah insiden infeksi (penularan) HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Program yang dijalakan adalah intervensi ke tempat-tempat pelacuran untuk memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.
PSK sendiri dikenal ada dua jenis, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Intervensi hanya bisa dilakukan kalau PSK dilokalisir. Sedangkan di Jakarta Barat transaksi seks yang melibatkan PSK, dalam hal ini PSK langsung dan PSK tidak langsung, terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu melalui berbagai cara, seperti memakai alat komunikasi telepon bahkan media sosial.
Yang menambah rumit adalah menjangkau PSK tidak langsung karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang tidak bisa diidentifikasi dengan mata telanjang.
Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Sekretaris Kota Jakarta Barat, Eldi Andi dan Kasudin Kesehatan Jakarta Barat, Weningtyas Purnomo Rini:
(a) Apakah ada jaminan di wilayah Jakarta Barat tidak ada praktek PSK langsung?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi pada laki-laki dewasa. Selanjutnya laki-laki yang tertular HIV dari PSK langsung akan menularkan HIV ke pasangannya, seperti istri, pacar, simpanan, selingkuhan, dll., terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
(b) Apakah ada jaminan di wilayah Jakarta Barat tidak ada praktek PSK tidak langsung?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi pada laki-laki dewasa. Seterusnya laki-laki yang tertular HIV dari PSK langsung akan menularkan HIV ke pasangannya, seperti istri, pacar, simpanan, selingkuhan, dll., terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
(c) Apakah ada jaminan tidak ada laki-laki dewasa warga Jakarta Barat yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV di wilayah Jakarta Barat atau di luar wilayah Jakarta Barat atau di luar negeri?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi pada laki-laki dewasa. Seterusnya laki-laki yang tertular HIV dari PSK langsung akan menularkan HIV ke pasangannya, seperti istri, pacar, simpanan, selingkuhan, dll., terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Tiga hal di atas saja sudah jadi pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat di Jakarta Barat. Celakanya, peraturan daerah (Perda) AIDS Jakarta pun sama sekali tidak bisa diandalkan karena tidak memberikan langkah konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS.
[Baca juga: Menakar Keampuhan Perda AIDS Jakarta dan Menyoal Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di Jakarta]
Disebutkan oleh Eldi: "Mudah-mudahan target yang ingin dicapai tahun 2030, three zero itu bisa terwujud. Zero New HIV Infection, Zero Stigma and Discrimination dan Zero AIDS Related Death. Itu yang diharapkan dari sosialisasi pemetaan."
Untuk mencapai 'zero new HIV infection' tentulah ada jaminan tidak ada lagi warga Jakarta Barat, laki-laki dan perempuan, yang melakukan perilaku yang berisiko tertular HIV, yaitu:
Tidak ada lagi laki-laki dan perempuan dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti di Jakarta Barat, di luar Jakarta Barat atau di luar negeri,
Tidak ada lagi laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung di Jakarta Barat, di luar Jakarta Barat atau di luar negeri,
Tidak ada lagi warga yang menyuntikkan narkoba secara bersama-sama dengan bergantian jarum suntik di Jakarta Barat, di luar Jakarta Barat atau di luar negeri.
Apakah Pemkot Jakarta Barat bisa menjamin tiga hal di atas? Kalau tidak bisa, maka yang diperlukan adalah program yang konkret untuk menurunkan, sekalai lagi hanya bisa menurunkan, jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
[Baca juga: Khayalan, Jakarta Zero AIDS Tahun 2030]
Tapi, secara empiris intervensi hanya bisa dilakukan jika praktek PSK dilokalisir. Karena praktek PSK langsung di Jakarta Barat tidak dilokalisir itu artinya intervensi tidak bisa dilakukan sehingga insiden infeksi HIV baru terus terjadi.
Penularan HIV antar warga terjadi secara diam-diam karena warga yang mengidap HIV/AIDS tidak menyadari dirinya tertular HIV, al. karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Ini layaknya 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H