Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sifilis Bangkit Lagi, Menghantui Penikmat Seks

1 Oktober 2018   17:48 Diperbarui: 2 Oktober 2018   05:19 2795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: drelist.com)

Karena pengobatan dan kepatuhan untuk menerapkan seks aman (yaitu laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti) dikabarkan sifilis, salah satu jenis penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah (disebut IMS yaitu infeksi menular seksual tapi lebih dikenal sebagai 'penyakit kelamin'), sudah jadi bagian dari masa lalu.

Itu anggapan umum. Fakta menunjukkan, seperti dilaporkan Deutsche Welle (dw.com, 9/9-2018) di Jerman terjadi peningkatan jumlah warga yang terdeteksi mengidap sifilis, dikenal juga sebagai 'raja singa', dalam sepuluh tahun terakhir yaitu dari 4.309 di tahun 2007 meningkat jadi 7.476 di tahun 2017,

Sedangkan di Jepang data yang dirilis pemerintah menyebutkan jumlah pasien sifilis tahun 2017 terdeteksi 5.534, sedangkan tahun sebelumnya  4.518. Jumlah ini pertama kali terjadi di Jepang. Kasus sifilis ini jadi perhatian pemerintah Jepang menjelan Olimpiade 2000 (tribunnews.com, 10/1-2018).

[Baca juga: "Penyakit Kelamin" Merebak di AS, Bagaimana dengan Indonesia?]

Bagaimana dengan Indonesia?

Laporan apps.searo.who.int menyebutkan prevalensi sifilis pada perempuan berumur 15 - 49 tahun sebesar 0.8 persen (1997-1999). Sedangkan pada pekerja seks komersial (PSK) prevalensinya mencapai  29.7  persen (2000-2001) dengan perkiraan antara 19.6 - 39.7 persen.  

Sedangkan laporan  waspada.co.id (23/5-2016) menyebutkan: Penderita penyakit menular seksual atau sifilis tergolong tinggi di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Secara umum yang terjangkit penyakit tersebut masih berusia produktif.

Kepanikan karena IMS dan kemudian disusul HIV/AIDS ternyata mudah dilupakan karena ada obat yang cespleng untuk mematikan IMS dan ada pula obat untuk menanangani HIV/AIDS walaupun tidak bisa menyembuhkan. Ada obat antiretroviral (ARV) yang menekan laju replikasi HIV di darah sehingga sistem kekebalan tubuh tetap terjamin yang membuat pengidap HIV/AIDS tetap sehat.

Celakanya, karena kondisi-kondisi itu banyak orang, terutama kalangan muda, yang mengabaikan 'seks aman' yang jadi mantra di awal epidemi HIV/AIDS. Dengan memakai kondom terhindar dari HIV/AIDS sekaligus IMS. Akibatnya, IMS merebak lagi dan jadi ancaman serius sebagai 'penyakit di bawah selimut' yang menghantui penikmat seks.

Sifilis merupakan IMS yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema pallidum sub-spesies pallidum. Penularannya melalui kontak seksual (seks vaginal, seks anal dan seks oral). Seorang perempuan yang mengidap sifilis juga bisa menularkan bakteri ke anak yang kandungnya selama masa kehamilan atau ketika persalinan. Bahkan, anak yang lahir bisa buta dan cacat fisik.

Gejalan infeksi sifilis beragam. Ulkus atau luka bisa terjadi di penis atau vagina. Bisa juga di anus pada perempuan dan laki-laki. Pada perempuan bisa juga di labia (bibir vagina). Besaran luka antara sebesar jerawat sampai satu centimeter.

Norbert Brockmeyer dari Pusat Kesehatan Seksual dan Kedokteran di Bochum, Jerman, megatakan: "Beberapa orang mendapatkan ulkus di bibir atau lidah mereka. Tetapi bakteri juga bisa ada di jari Anda." Gejala itu merupakan tahap pertama infeksi sifilis.

Celakanya, banyak pengidap sifilis yang anggap remeh karena luka-luka itu bisa hilang sendiri dalam tiga minggu. Tapi, ketika luka hilang bakteri justru menyebar dibawa aliran darah ke seluruh tubuh. Maka, seperti dikatakan oleh Brockmeyer terjadi perubuhan pada kulit di sekujur tubuh. Ada luka-luka menonjol yang berisisik dengan warna kemerahan.

Pada tahap kedua ruam biasanya berkembang di telapak kaki atau tangan. "Ruam sifilis tidak gatal dan mudah dibedakan dari ruam alergi," kata Brockmeyer.  

Tahap selanjutnya infeksi sifilis tidak hanya menyerang organ dalam, sistem pernapasan, lambung dan hati,  tapi juga otot dan tulang. Keadaan berubah jadi sangat buruk ketika sebuah simpul sifilis terbentuk di aorta, arteri utama. Ini dapat menyebabkan aneurisma aorta yang mengancam jiwa.

Itulah sebabnya kalangan ahli mengatakan sifilis sebagai penyakit berbahaya yang bisa mematikan karena pada tahap keempat dampaknya tidak bisa lagi diobati, seperti radang di jantung, lumpuh, fungsi hati turun dan perubahan di otak. Sifilis juga bisa menginfeksi mata.

Dalam banyak kasus pengidap sifilis sering membeli obat di K-5. Seperti dikatakan seorang penjual obat di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur, yang dekat dengan tempat mangkal pekerja seks komersial (PSK), laki-laki sering membeli obat penyakit kelamin. 

Celakanya, semua penyakit kelamin diobati dengan antibiotik. Pedagang tadi mengatakan minum sebutir obat antibiotik, sambil menyebut merek dagangnya, akan aman dari IMS. Ini tentu saja omong kosong karena obat itu bukan vaksin.

Maka, perlu diperhatikan pernyataan Brockmeyer ini: "Jika patogennya menjadi resisten terhadap penisilin, kita akan memiliki masalah besar. Jadi sekarang adalah waktu untuk mengembangkan dan menguji antibiotik alternatif."

'Senjata biologis' masa lampau

Disebutkan banyak teori tentang penyebaran sifilis hingga ke Eropa. Misalnya, menyebutkan Columbus dan anak buahnya membawa sifilis kembali ke Spanyol pada tahun 1492 setelah kembali dari Amerika. Sifilis kemudian menyebar ke Italia dan Prancis sehingga jadi epidemi. Dikabarkan dari Eropalah sifilis menyebar ke Asia yang juga dikenal sebagai 'penyakit Prancis'. Semasa Perang Vietnam dikabarkan sifilis berkembang jadi 'Vietnam Rose' yang kebal terhadap obat.

Dahulu perempuan yang menemani tentara dalam peperangan jika diketahui mengidap sifilis akan dikirim ke pasukan musuh sebagai 'pesan cinta'. Banyak peperangan yang dimenangkan oleh pasukan yang mengirim 'pesan cinta' karena tentara musuk banyak yang sakit karena infeksi sifilis. Inilah yang disebut Brockmeyer sebagai: "Bahkan berabad-abad lalu 'perang biologis'."

Kemunculan sifilis ini karena diabaikan dengan melupakannya sebagai penyakit menular. Mengabaikan dan melupakan tidak berarti sifilis hilang, tapi menyebar secara diam-diam. Maka, sekarang diperlukan kerja keras untuk menyebarluaskan informasi, deteksi dan pengobatan (dari Deutsche Welle dan sumber-sumber lain). *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun