Ada juga pernyataan: Roberto berharap, dengan adanya pemeriksaan darah itu, jumlah penderita HIV di wilayahnya bisa diketahui dengan pasti dan segera dicarikan langkah cerdas untuk penanganannya.
Yang jadi persoalan bukan soal jumlah pengidap HIV/AIDS, tapi perilaku seksual orang per orang. Mendeteksi jumlah warga Sikka yang mengidap HIV/AIDS adalah langkah di hilir. Artinya, tes HIV hanya menjaring warga yang sudah tertular HIV lebih dari tiga bulan.
Masalah utama ada di hulu yaitu insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Maka, yang diperlukan adalah langkah konkret untuk menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Indikator insiden infeksi HIV baru pada laki-laki adalah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Sejak kasus HIV/AIDS pertama ditemukan di Kab. Sikka, NTT, pada tahun 2003 sampai Maret 2018 kasus terbanyak ditemukan pada ibu rumah tangga yaitu 161 dari 537 kasus kumulatif HIV/AIDS Â (kupang.tribunnews.com, 2/3-2018). Itu artinya banyak suami di Sikka yang seks tanpa kondom, al. dengan PSK. Dilaporkan ada 35 PSK di Sikka yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS (kupang.tribunnews.com, 2/3-2018).
Maka, tanpa langkah konkret dan sistematis, maka Pak Bupati akan terus menemukan kasus HIV baru pada warga melalui tes HIV yang akan terus dilakukan.
Penularan HIV yang terjadi secara diam-diam di masyarakat Sikka jadi 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H