Coca Cola Mengatakan Mengikuti Dari Dekat Perkembangan Ganja Jadi Minuman Sehat. Ini judul berita di "ABC News" (Australia) edisi 18/9-2018. Berita ini sangat dekat dengan Indonesia, dalam hal ini Aceh, karena daerah ini dikenal secara luas sebagai penghasil (daun) ganja.
Ganja disebut juga mariyuana (Cannabis sativa syn,Cannabis indica) merupakan tanaman budidaya untuk menghasilkan serat. Tapi, dari aspek hukum digolongkan sebagai obat psikotropika karena ada kandungan zat tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol)Â yang bisa membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Â
Tanaman ganja bisa tumbuh pada lahan sampai 1.000 meter di atas permukaan laut dengan tinggi bisa mencapai 2 meter. Di tahun 1960-an kalangan hippies, sebuah sub-kultur, di Amerika Serikat yang memakai bentuk daun ganja sebagai simbol mereka. Mereka juga mengisap ganja untuk mendapatkan efek fly untuk mendorong imajinasi sambil mendengar musik psychedelic rock.
Berdasarkan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ganja termasuk narkotika Golongan I. Itu artinya daun ganja merupakan barang yang terlarang diperdagangan secara bebas. Pelaku perdagangan ganja bisa dihukum maksimal hukuman mati.
Berita "ABC News" menyebutkan bahwa perusahaan minuman terbesar di dunia "The Coca-Cola Company" (merek dagang terdaftar di AS sejak 27 Maret 1944) 'mengikuti dari dekat' penggunaan bahan ganja dalam minuman. Coca Cola adalah minuman ringan yang mengandung karbonasi yang dijual di berbagai rempat di 200 negara di dunia.
Jika daun ganja yang di banyak negara diklassfikasikan sebagai narkotika dan di beberapa negara dilegalkan untuk pengobatan sehingga ada kontroversi. Tapi, jika kelak Coca Cola memakai daun ganja sebagai bahan minuman itu artinya sudah diterima di budaya mainstream.
Kanada melegalkan perdagangan daun ganja sejak 17 Oktober 2018, sedangkan di AS dilegalkan di negara bagian Colorado (bagi yang berusia di atas 21 tahun boleh tanam 6 batang pohon ganja di ruangan tertutup) dan Washington (keperluan medis 28 gram). Banyak warga di dua negara ini dikabarkan banting stir beralih ke perkebunan ganja.
Di Amerika Latin legal di: Argentina (2009) dalam jumlah sedikit untuk penggunaan pribadi. Â Ekuador dikatakan ganja tidak ilegal. Meksiko (2009) dengan pemilikan 5 gram. Peru dengan 8 gram dengan syarat tidak memiliki narkoba lain. Brasil dekriminalisasi kepemilikan narkoba untuk keperluan pribadi sejak tahun 2006. Cile membebaskan penggunaan ganja dalam jumlah kecil di rumah dan sendirian. Uruguay dibebaskan untuk keperluan pribadi. Kolombia dibebaskan memiliki 20 gram ganja untuk keperluan pribadi.
Sedangkan di Australia penggunaan kecil ganja didekriminalisasi di beberapa negara bagian.
Ekspansi Coca Cola dan minuman ringan lain yang bisa menembus "dinding" dan "benteng" semua negara di dunia tentulah sangat berbahaya bagi Indonesia. Baik sebagai minuman pelepas dahaga dengan rasa dan aroma ganja serta perdagangan gelap ganja.
Perusahaan minuman tentu membutuhkan daun ganja yang banyak. Ini bisa mendorong perdagangan daun ganja secara internasional yang kelak juga bisa melibatkan geng dan mafia seperti yang terjadi sekarang dalam perdagangan gelap narkoba.
Tapi, ternyata Coca Cola tidak memakai daun ganja sebagai bahan minuman sehat. Sebuah perusahaan di Kanada yang bergerak di sektor ganja dilaporkan sudah membicarakan pembuatan minuman sehat di Kanada, Aurora Cannabis Inc., dengan kandungan cannabidiol, bahan alamiah yang berasal dari pohon ganja namun tidak membuat kecanduan. Pendekatan Coca Cola ke perusahaan ini dikabarkan nilai saham Aurora naik 17 persen di Bursa Saham Toronto, Kanda.
Cannabidiol (CBD) disebut-sebut  tidak membuat kecanduan seperti bahan kimia lain yang terdapat dalam ganja. Bahkan disebutkan bahwa CBD berkhasiat untuk mengurangi pembengkakan dan mengurangi rasa sakit. Diberitakan belakangan ini sudah muncul produk-produk dengan label "CBD".
Coca Cola sendiri disebutkan menolak berkomentar soal minuman sehat dari ganja, tapi mengaku tertarik dengan perdagangan bahan-bahan dari ganja. Sedangkan pesaing Coca Cola, yaitu Coke, melalui juru bicaranya, Kent Landers, mengatakan perusahaannya belum membuat keputusan apapun (tentang minuman sehat berbahan ganja-pen.).
Persoalannya kemudian adalah ketergantungan terhadap daun ganja bisa jadi beralih ke, yang disebut-sebut, minuman sehat "CBD" karena ada kesan dan aroma ganja. Ketergantungan bukan lagi ke daun ganja tapi pada minuman dengan bahwa "CBD" yang berasal dari pohon ganja. "CBD" ditemukan tahun 1940 sebagai senyawa dari cannabis.
Jika kelak instansi terkait, seperti FDA di AS, bisa membuktikan bahwa minuman sehar berbahan "CBD" tidak menimbulkan efek buruh terhadap kesehatan dan tidak menyebabkan ketergantungan tentulah muncul persoalan besar terkait dengan penetapan ganja sebagai narkotika. Tahun 2018 FDA merekomendasi "CBD" obat resep yang disebut Epidiolex dengan penggunaan terbatas untuk penderita epilepsi.
Kita, dalam hal ini pemerintah, sudah harus ambil ancang-ancang menghadapi ekspansi Coca Cola dengan minuman sehat berbahan pohon ganja (bahan-bahan dari ABC News, id.wikipedia, dan sumber-sumber lain). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H