Miris Sekali, Penderita HIV -- AIDS Meningkat Didominasi Pekerja Seks. Ini judul berita di duta.co (17/9-2018). Judul berita ini sama sekali tidak berpijak pada fakta medis terkait dengan epidemi HIV/AIDS. Ini terjadi di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Pertama, HIV/AIDS pada pekerja seks komersial (PSK) tidak tiba-tiba muncul, tapi al. ditularkan oleh laki-laki pengidap HIV/AIDS melalui hubungan seksua tanpa kondom. Bisa sebelum jadi (PSK) ditularkan oleh pacar atau suami, tapi bisa juga seorang PS pengidap HIV/AIDS tertular dari laki-laki yang mereka layani secara seksual.
Kedua, dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV kepada PSk bisa sebagai seorang remaja, pemuda, lajang, duda atau suami. Nah, di masyarakat mereka, terutama suami, jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.
Ketiga, kalau istri-istri mereka tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya kelak. Celakanya, tidak ada regulasi yang komprehensif dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga yang hamil.
Keempat, ada ratusan bahkan ribuan laki-laki 'hidung belang' yang berisiko tertular HIV/AIDS karena mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK pengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak bisa dikenali PSK yang mengidap HIV/AIDS dari fisiknya.
Kelima, dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK bisa sebagai seorang remaja, pemuda, lajang, duda atau suami. Nah, di masyarakat mereka, terutama suami, jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.
Keenam, kalau istri-istri mereka tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya kelak. Celakanya, tidak ada regulasi yang komprehensif dan sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga yang hamil.
Enam hal di ataslah yang jadi persoalan besar dalam epidemi HIV/AIDS di Indonesia. Celakanya, tidak ada program yang komprehensif untuk menanggulangi masalah enam poin di atas. Itu artinya penyebaran HIV/AIDS terus terjadi secara diam-diam di masyarakat Kab Kediri.
Disebutkan dari tahun 2017 sampai Juni 2018 Dinkes Kab Kediri mendeteksi 390 kasus HIV/AIDS baru. Dari jumlah ini 28,8 persen adalah pekerja seks komersial (PSK).
Kalau saja wartawan dan narasumber berita lebih jeli menempatkan data terkait dengan epidemi HIV/AIDS, maka HIV/AIDS pada PSK adalah masalah besar, karena banyak laki-laki dewasa, bahkan yang beristri, jadi pelanggan PSK. Itu artinya akan banyak pula ibu rumah tangga yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Disebutkan dalam berita: Kini pihaknya masih gencar melakukan sosialisasi terkait pencegahan penularan HIV-AIDS kepada masyarakat.
Sosialisasi sudah dilakukan sejak awal epidemi, tapi karena selalu dibumbui dengan moral maka informasi HIV/AIDS pun bukan lagi fakta medis tapi berubah jadi mitos (anggapan yang salah). Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan PSK, lokalisasi, homoseksual, zina, dll.
Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual (di dalam dan di luar nikah (sifat hubnngan seksual) terjadi karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu adau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.
Lagi pula insiden infeksi HIV baru terus terjadi melalui hubungan seksual laki-laki dewasa dengan PSK. Celakanya, transaksi seks yang melibatkan PSK tidak lagi dilokalisir sehingga tidak bisa dilakukan intervensi. Dengan data jumlah kasus HIV/AIDS di Kab Kediri terbanyak ketiga terdeteksi pada ibu rumah tangga (16,4 persen) menunjukkan suami-suami mereka bisa jadi adalah pelanggan PSK.
Maka, tanpa program yang konkret insiden infeksi HIV/AIDS baru akan terus terjadi di Kab Kediri yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H