Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Penyakit Kelamin" Merebak di AS, Bagaimana dengan Indonesia?

10 September 2018   12:29 Diperbarui: 10 September 2018   12:39 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: sidomi.com)

"Pak Dokter jangan sembarangan, ya," kata pasien tadi dengan nada tinggi, "Saya tidak pernah begituan (maksudnya berzina-pen.)."

Melalui konseling perempuan itu mengaku dia "simpanan" seorang laki-laki WN Malaysia. Itulah yang dia maksud bahwa hubungan seksual yang dia lakukan sah dan halal karena dengan suami. Dokter tadi tambah pusing karena adik pasien tadi juga mengidap IMS yang persis sama dengan yang diidap pasien tadi. Ada kemungkinan IMS ditularkan oleh laki-laki yang sama.

Dokter dari sebuah LSM yang menangani PSK di salah satu tempat pelacuran di Batam, Kepri, kebingungan menghadapi PSK yang rata-rata mengidap lebih dari dua penyakit IMS. Bahkan, ada PSK yang mengidap lima IMS: sifilis, GO, klamidia, trichomoniasis dan jengger ayam. "Saya bingung, Bang, yang mana duluan saya obati," kata dokter itu di awal tahun 2000-an. Yang bikin tambah bingung diobati salah satu dan sembuh, eh, kena lagi karena mereka melayani laki-laki tanpa kondom.

Akibat mitos yang mengaitkan IMS dengan PSK dan pelacuran, bisa jadi di Indonesia pun IMS merebak karena sejak reformasi lokasi dan lokalisasi pelacuran yang menjadi tempat "praktek" PSK langsung ditutup di banyak daerah. Akibatnya, transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak lansung.

Kondisi itu mengakibatkan tidak bisa lagi dilakukan intervensi untuk menurunkan risiko penyebaran IMS dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya. Pengalaman Prof Dr dr DN Wirawan, MPH, ketua Yayasa Kerti Praja, di Denpasar, Bali, menunjukkan dengan advokasi dan dukungan terhadap PSK risiko penyebaran IMS bisa ditekan karena PSK hanya mau meladeni laki-laki yang memakai kondom.

[Baca juga:'Jemput Bola' ke Lokasi Pelacuran di Denpasar, Bali]

"Kita mengalami kemunduran," kata Jonathan Mermin, Direktur Pusat Nasional Pencegahan HIV/AIDS, Hepatitis, Penyakit Menular Seksual dan Tuberkolosis CDC. Lonjakan kasus IMS disebutkan Mermin sebagai kegagalan sistem pencegahan IMS.

Ketika HIV/AIDS merebak disosialisasi kondom sebagai alat mencegah penularan melalui hubungan seksual, tapi mendapat penolakan besar-besaran di banyak negara dengan alasan kondom mendorong orang berzina. Akibatnya, selain mendorong epidemi HIV penolakan terhadap kondom pun membuat IMS merebak.

Memang, klamidia, gonore dan sifilis bisa disembuhkan dengan obat antibiotik. Tapi, banyak penderita IMS malu berobat ke dokter atau pusat layanan kesehatan sehingga mereka memilih membeli obat di penjual obat bebas atau di K-5. Padahal, setiap IMS mempunyai karakteristik sendiri yang sudah barang tentu memerlukan pengobatan yang khas pula. Sedangkan di penjual obat bebas semua IMS akan disamaratakan dengan memberikan obat tertentu.

Pejabat Pejaba CDC hawatir akan mncul jenis gonore yang resisten terhadap antibiotik. Kalau ini terjadi tentulah IMS bisa membawa penderitanya lebih cepat ke liang lahat. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun