Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Di Asia, 14 Persen Obat-obatan Ditemukan Telah Kedaluwarsa dan Palsu

7 September 2018   05:10 Diperbarui: 9 September 2018   09:08 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: pharmamicroresources.com)

Lebih lanjut Ozawa mengatakan ada kemungkinan obat palsu tersebut mempunyai efek yang berlebih sehingga menyebabkan overdosis. "Jika obat tersebut terkontaminasi atau memiliki bahan aktif, obat tersebut bisa meracuni, menimbulkan dampak buruk interaksi obat atau kematian yang sebenarnya dapat dihindari," kata Ozawa.

Penelitian memang belum menyentuh jumlah korban akibat obat palsu dan obat kedaluwarsa. Yang diperkirakan peneliti adalah kerugian akibat pemalsuan obatan-obatan penting itu ada pada kisaran 10 sampai 200 miliar dolar AS. Selain itu peneliti juga tidak melakukan pengujian terhadap obat-obatan yang beredar di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Tapi, Ozawa khawatir di negara-negara berpenghasilan tinggi pun bisa terjadi warga membeli obat palsu, seperti yang ditawarkan melalui sumber-sumber online yang tidak terdaftar dengan harga murah.

Di Indonesia juga warga sering terkecoh dengan "harga miring" obat-obatan mahal. Misalnya, di apotek harga resmi Rp 290.000 per papan, di pasar bebas dijual Rp 70.000. Dengan perbedaan harga ini warga diharapkan bisa berpikir jernih dengan mencurigai obat yang dijual dengan harga sangat murah. Perbedaan margin harga yang sangat besar tentu bukan hanya sekedar karena beda tempat penjualan yaitu antara apotek, tokok obat atau penjual obat K-5.

Ozawa berpesan agar sebelum membeli obat "murah" lakukan dulu verifikasi. Ini bukan hal yang mudah membedakan obat asli dan obat palsu. Apalagi bagi banyak warga dengan penghasilan rendah yang memerlukan obat tentulah akan mencari harga yang murah karena mereka tidak mampu membeli obat di apotek berizin resmi.

Maka, diharapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Polri aktif melakukan razia tertutup dan terbuka agar peredaran obat palsu bisa ditekan sehingga tidak merugikan masyarakat luas.

Tentu saja partisipasi aktif masyarakat juga diharapkan, misalnya dengan melaporkan harga miring dan kecurigaan manfaat obat. Untuk itu BPOM dan Polri perlu membuka hotline pengaduan obat-obatan palsu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun