Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus HIV/AIDS di Sikka, NTT, Ditemukan di Semua Kecamatan

16 Agustus 2018   05:21 Diperbarui: 16 Agustus 2018   05:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: bustle.com)

Sedangkan warga yang sudah tertular HIV tidak menyadari karena tidak ada keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan HIV/AIDS sebelum masa AIDS sehingga merka tidak terdeteksi.

Masih dikatakan oleh Yuyun: "Masih ada cap buruk yang kuat masyrakat terhadap penderitanya. Mereka baru mulai memeriksakan diri ketika kondisinya sudah akut dan menjadi Aids."

Lagi-lagi Yuyun menyebutkan 'penderita'. Sebaiknya kata ini tidak dipakai lagi dalam kosa-kata terkait HIV/AIDS karena hal ini justru mendorong stigma (cap buruk) dan dikriminasi (perlaku berbeda) terhadap pengidap HIV/AIDS.

Warga yang datang berobat bukan karena infeksi HIV sudah mencapai masa AIDS (dalam berita disebut 'menjadi AIDS'), tapi karena penyakit mereka sulit sembuh. AIDS bukan penyakit, tapi kondisi pengidap HIV/AIDS setelah tertular antara 5-15 tahun dengan gejala infeksi oportunistik.

Yang tidak muncul dalam berita adalah: apa faktor risiko (penyebab) infeksi (penularan) HIV/AIDS pada 705 warga Sikka?

Dalam berita sama sekali tidak ada informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Lalu, apa yang diharapkan Sekretaris KPAD Sikka, Yohanes Siga, dan Yuyun menyampaikan informasi itu kepada wartawan?

Dengan model berita yang hanya berkutat pada angka-angka (kasus), seperti berita ini, tidak ada informasi yang bisa jadi agent of change yaitu informasi yang bisa mendorong perubahan perilaku warga, dalam hal ini perilaku seksual, yang terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun