Jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan program fast track untuk membasmi total AIDS di ibu kota. Ditargetkan pada 2030 Jakarta terbebas dari HIV/AIDS. Ini lead pada berita Jakarta Canangkan Zero AIDS 2030 (jpnn.com, 25/7-2018).
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017 menyebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta priode 1987 -- 31 Maret 2017 mencapai 55.527 yang terdiri atas 46.758 HIV dan 8.769 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jakarta pada peringkat pertama jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional.
Pemprov DKI Jakarta sendiri sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) No  5 Tahun 2008 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS, tapi perda ini tidak jalan karena tidak menyentuh akar persoalan (Baca juga: Menakar Keampuhan Perda AIDS Jakarta).
Pernyataan pada judul dan lead berita ini adalah khayalan karena adalah hal yang mustahil menghentikan penyebaran HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, karena tidak mungkin mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV semua warga DKI Jakarta, khususnya laki-laki dan perempuan dewasa, di wilayah DKI Jakarta, di luar wilayah DKI Jakarta dan di luar negeri, yaitu:
(1). Â Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,
(2). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,
(3). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,
(4). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada perempuan dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS,
(5). Setiap saat ada saja insiden infeksi HIV baru, pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS.
PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Adalah hal yang mustahil Pemprov DKI Jakarta bisa mengawasi perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 1-4 karena kondisi tersebut terjadi di ranah privat (pribadi). Tidak ada langkah yang bisa dilakukan untuk mengawasi perilaku berisiko nomor 1-4.
Sedangkan para perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (a) hanya bisa dilakukan jika praktek transaksi seks dilokalisir sehingga bisa dilakukan intervensi berupa pemaksaan terhadap laki-laki memakaki kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung.
Tapi pada perilaku seksual berisiko tertular HIV nomor 5 (b) tidak bisa dilakukan intervensi karena transaksi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai macam cara (modus), bahkan melalui ponsel dan media sosial.
***
Pencanangan "Zero AIDS 2030" kian mustahil karena langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, seperti dikatakan oleh Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Selatan yang bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya AIDS dan bagaimana menghindarinya.
Edukasi tentang bahaya AIDS sudah dilakukan sejak awal epedemi, yang diakui pemerintah adalah Aprtil 1987 sedangkan epidemi HIV/AIDS di dunia sudah terjadi sejak 1981 [Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia]. Sedangkan penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta juga tidak efektif (Baca juga: Menyoal Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di Jakarta).
Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (salah ada kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom), bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, selingkuh, homoseksual, dll.).
Selama rentang waktu antara pemberian edukasi sampai terjadi perubahan perilaku bisa saja sudah terjadi penularan HIV (Lihat Gambar).
Langkah-langkah tsb. jelas dilakukan di hilir yaitu pada warga DKI yang sudah tertular HIV. Sebelum mereka terdeteksi ada kemungkinan mereka sudah menularkan HIV ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, karena mereka tidak menyadari sudah tertular HIV. Ini terjadi karena tidak tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka.
Selain itu langkah di atas hanya terhadap pengidap HIV/AIDS (bukan penderita HIV/AIDS karena orang-orang yang tertular HIV tidak otomatis menderita) yang terdeteksi. Padahal, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomana gunung es yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (46.758) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
*Jakal Km 5.6 Yogyakarta, 25/7-2018 ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H