Tahun ini sudah dua kali terjadi laki-laki naik motor meremas payudara perempuan, disebut sebagai 'begal payudara', yang sedang berjalan di gang. Kedua kejadian tsb. terjadi di Kota Depok, Jabar. Dua-duanya pengendara sepeda motor.
Pertama, dilakukan oleh IS, 29 tahun, di Gang Datuk, Jalan Margonda, Kota Depok, Jabar (11/1-2018). Kedua, di Gang Swadaya II, Kelapa Dua, Kota Depok, Jabar (15/7-2018). Polisi sedang mengusut kasus ini untuk menangkap pelaku.
IS berhasil ditangkap polisi berkat gambar yang didadap dari CCTV warga. Dalam pemeriksaan polisi IS mengatakan dia melakukan hal itu karena iseng. Dari aspek hukum tentulah iseng bukan alasan yang bisa jadi pembenar perbuatan apalagi menyangkut moral. Ketika itu polisi menjerat IS dengan pasal 281 KUHP yaitu tindak pidana tidak sopan dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan penjara (detiknews,16/1-2018).
Biar pun IS mengaku perbuatannya hanya iseng, tapi jika ditilik dari aspek seksologi hal itu merupakan deviasi seksual yaitu menyalurkan dorongan seksual dengan cara lain. Dalam dua kasus di atas yaitu meremas payudara perempuan merupakan deviasi seksual yang termasuk salah satu bentuk parafilia yaitu frotteurism disebut froteurisme.
Kepuasan seksual bagi orang-orang dengan froteurisme justru mereka peroleh dengan cara-cara yang lain yaitu dengan menyentuh, meraba atau meremas bagian-bagian tubuh atau alat kelamin perempuan. Tentu saja hal ini terjadi tanpa persetujuan perempuan sehingga rerjadi reaksi penolakan. Itulah yang diharapkan frotteur (sebutan unuk pelaku froteurisme) yang mereka jadikan sebagai puncak kepuasan seksual.
Kalau peristiwa pertama hanya meremas payudara perempuan yang berjalan, tapi pada kasus kedua setelah meremas payudara korban pelaku kembali lagi ke korban.Kali ini dengan menunjukkan alat kelaminnya kepada korban (detiknews, 18/7-2018).
Pada kasus kedu ini ketika meremas payudara perempuan bertindak sebagai frotteur, sedangkan pada kejadian kedua yaitu menunjukkan alat kelamin juga merupakan parafilia yaitu eksebisionisme. Ini adalah deviasi seksual untuk memperoleh kepuasan seksual yaitu dengan menunjukkan alat kelamin ke lawan jenis.
Kasus froteurisme dan eksebisionisme bisa jadi erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terungkap hanya sebagian kecil dari kasus yang terjadi di masyarakat karena tidak semua korban berani melapor ke polisi.
Harap maklum di negeri ini korban terkait dengan seks selalu ada di pihak yang salah dan disalahkan dengan berbagai tudingan: karena cara berpakian, dll. Padahal, fakta menunjukkan tidak ada kaitan antara cara berpakaian dengan pelecehan seksual.
Korban froteurisme dan eksebisionisme akan menderita seumur hidup dan masyarakat pun menghukum mereka pula dengan menuding sebagai pemicu dan penyebab perlakuan yang mereka terima.
Dalam kaitan ini sudah saatnya froteurisme dan eksebisionisme dikategorikan sebagai kejahatan seksual bukan lagi sebatas pelecehan seksual apalagi selama ini hanya disebut sebagai perbuatan tidak senonoh (dari berbagai sumber).*
*Jakal Km 5.5, Yogyakarta ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H