Prestasi Lalu Muhammad Zohri, pemuda asal NTB, yang memenangkan lomba lari 100 meter (sprint) di Kejuaraan Amatir Inrternasional U-20 di Finlandia patut diacungi jempol. Tapi, tidak kemudian pemberitaan tentang Lalu berkembang dengan gaya hiperbol [KBBI: ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu].
Pemberitaan dengan judul-judul yang fantastis dan ulasan yang bersifat hiperbol akan sampai pada kondisi hiperrealitas yaitu masyarakat tidak bisa lagi membedakan antara fakta dan fantasi. Inilah yang menyesatkan sehingga ekspektasi (pengharapan) terhadap prestasi Lalu bisa jadi bumerang bagi dia sendiri dan bagi negeri jika dia kalah.
Fakta yang sering tidak disampaikan dalam banyak berita adalah bahwa kejuaraan itu amatir dan untuk pelari berusia di bawah 20 tahun (U-20). Itu artinya pelari-pelari profesional tidak ikut. Banyak judul yang mengesankan Zohri juara dunia dalam semua kategori. Dalam jurnalistik ini disebut misleading (menyesatkan) karena Zohri juara pada kategori amatir dan U-20.
Judul ini, misalnya: Ungguli dua Atlet Amerika Serikat, Pelari Indonesia Lalu Muhammad Zohri Juara Dunia Lari 100 Meter (pikiran-rakayat.com, 12/7-2018). Atau yang ini: Ukir Sejarah, Atlet Indonesia Jadi Juara Dunia Lari 100 Meter (dream.co.id, 12/7-2018). Hanya sedikit media yang menyebut klassifikasi U-20, tapi tidak ada yang menyebut kejuaraan amatir.
Tidak jelas efek macam apa yang diharapkan sebagian media yang menulis berita tentang Zohri dengan pijakan hiperbol. Kalau bermaksud memicu prestasi remaja sebaya Zohri tentulah pemberitaan yang berimbang dengan prestasi pelari lain karena ada beberapa pelari jarak pendek dan maraton dari Indonesia yang juga berbicara di panggung internasional, seperti Sea Games dan Asian Games.
Dampak hiperrealitas sudah pernah dialami oleh Timnas Sepakbola PSSI di Kejuaraan AFF tahun 2010. Ketika di babak penyisihan PSSI membungkam Malaysia dengan skor 5-1 dijadikan sebagai tolok ukur kemampuan Timnas PSSI ketika berhadapan di final, kembali lagi, dengan Malaysia.
Padahal, ketika berhadap di babak penyisihan itu Malaysia dan Indonesia sudah lolos ke babak selanjutnya sehingga Malaysia menurunkan tim cadangan, sedangkan Indonesia tetap dengan tim utama. Apa yang terjadi kemudian? Indonesia dibungkam Malaysia dengan skor 3-0 (Baca juga: Timnas PSSI Korban Hyperreality Stasiun Televisi Nasional)
Nah, dengan catatan waktu Lalu 10.18 detik masih kalah jauh dengan skor yang dicetak sprinter Femi Seun Ogunode (Qatar) yang menggondol medali emas dengan mencatat waktu 9.91 detik di Asian Games 2014. Sedangkan sprinter China, Su Bingtian, dapat medali perak yang mencatatkan waktu 10.10 sebagai juara kedua, sedangkan medali perunggu  dipegang oleh sprinter Jepang, Kei Takase, dengan waktu 10.15 detik.
Fakta ini tenggelam dengan pemberitaan yang tidak seimbang karena tidak memberikan bandingan rekor. Asian Games 2018 akan dimulai tanggal 18 Agustus 2018 yang akan jadi ajang bagi pembuktian kemampuan Zohri mengayunkan langkah di lintasan 100 meter putra.
Hasil yang diraih Zohri kelak akan menentukan arah pemberitaan dan tanggapan masyarakat. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H