Selain itu penanganan kasus HIV/AIDS dari hasil tes HIV di Klinik VCT adalah langkah di hilir yaitu pada warga yang sudah tertular HIV.
Yang diperlukan adalah langkah konkret penanggulangan di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, jumlah infeksi HIV baru khususnya pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko (b), yakni laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
Mungkin Lenny akan menepuk dada dengan mengatakan: Di Kota Tegal tidak ada pelacuran!
Secara de jure itu benar karena sejak reformasi tidak ada lagi lokres (lokalisasi dan rehabilitasi) pelacuran yang ditangani pemerintah daerah untuk membina PSK langsung. Tapi, secara de facto apakah Lenny bisa menjamin tidak ada transaksi seks dalam bentuk pelacuran di Kota Tegal?
Tentu saja tidak bisa karena transaksi seks yang melibatkan PSK tidak langsung, perempuan yang 'menyamar' sebagai cewek penghibur, cewek pemijat, anak sekolah, dll. dengan berbagai modus, bahkan memakai media sosial, terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang tidak bisa diintervensi.
Itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa, yang pada gilirannya terjadi penyebaran HIV melalui laki-laki yang tertular HIV tampa mereka sadari. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan orang-orang yang tertular HIV.
Penyebaran HIV di masyarakat merupakan 'bom waktu' yang kelak akan sampai pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H