Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Kota Banjarmasin, Cegah HIV/AIDS Bukan dengan Seks Halal

29 Juni 2018   04:29 Diperbarui: 29 Juni 2018   04:33 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Banjarmasin sampai tahun 2017 dilaporkan 734. Sedangkan di Kalsel jumlahnya 2.065 yang terdiri atas 1.104 HIV dan 963 AIDS (kalsel.prokal.co, 20/3-2018).

Namun, perlu diingat bahwa kasus yang dilaporkan adalah kasus-kasus yang terdeteksi melalui berbagai cara, seperti survailans tes HIV pada kalangan tertentu, skirining darah donor di PMI, pada ibu hamil, pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan, dll. Itu artinya ada warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi karena tidak terkait dengan hal-hal tadi.

Alasan lain adalah epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es, yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (di Kota Banjarmasin 734) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Kota Banjarmasin, Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinkes Kota Banjarmasin, Kalsel, Dwi Atmi Susilastuti, mengimbau agar: " .... lakukan hubungan seksual yang memang sesuai dan halal." Imbauan ini ada dalam berita  Waspada HIV dan AIDS, Ini ada dala berita Waspada HIV dan AIDS, Begini Imbauan Kabid P2PL Dinkes Banjarmasin (banjarmasin.tribunnews.com, 28/6-2018),

Pertama, imbauan itu tidak akurat karena penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah atau pada hubungan seksual yang halal dan haram. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Bukan karena sifat hubungan seksual (halal, haram, zina, di luar nikah, seks pranikah, selingkuh, pelacuran, waria, homoseksual, dll.).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Maka, imbauan itu tidak tepat ke sasaran karena risiko tertular HIV pada laki-laki dan perempuan bisa terjadi melalui perilak seksual berisiko di dalam ikatan pernikahan yang sah, seperti:

(1). Laki-laki heteroseksual (secara seksual tertarik kepada perempuan) yang  melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. ada yang mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko suami tertular HIV/AIDS.

(2) Perempuan heteroseksual (secara seksual tertarik kepada laki-laki)  yang melakukan hubungan seksual di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko istri tertular HIV/AIDS.

Lagi pula, 'hari gini' informasi HIV/AIDS sudah banjir tapi mengapa masih saja ada yang memberikan informasi HIV/AIDS yang tidak akurat. Dengan informasi yang tidak akurat terjadi misleading (menyesatkan) di masyarakat.

Seperti pada kondisi nomor (1) dan (2) tentulah hubungan seksual halal seperti yang dimaksudkan oleh Dwi Atmi Susilastuti, tapi ada risiko penularan HIV. Warga yang melakukan perilaku nomor (1) dan (2) akan merasa aman karena hubungan seksual yang mereka lakukan halal. Padahal, perilaku tsb. berisiko tertular HIV.

Beberapa kasus menunjukkan suami perempuan hamil yang terdeteksi HIV/AIDS menolak untuk menjalani tes HIV secara sukarela. Itu artinya suami-suami tsb. jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Anjuran lain terkait dengan mencegah HIV/AIDS disebutkan: " .... lakukan pemeriksaan HIV lebih dini, dengan adanya pemeriksaan lebih awal itu lebih bagus karena bisa ditanggulangi lebih cepat."

Anjuran ini tidak pas karena digeneralisir. Tidak semua perilaku seksualnya berisiko tertular HIV sehingga anjuran ini hanya untuk warga yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV. Lagi pula tes HIV bukan pencegahan karena terjadi di hilir yaitu pada warga yang sudah tertular HIV.

Pada lead berita disebutkan: HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga berkaibat tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang. Adapun AIDS adalah sekumpulan penyakit yang menyerang tubuh kita.

Pernyataan di atas tidak akurat karena HIV tidak menyerang sistem kekebalan tubuh. Yang terjadi adalah ketika HIV masuk ke tubuh seseorang, maka HIV akan menggandakan diri dengan memakai sel darah putih sebagai 'pabrik'. Virus hasil penggandaan mencari sel darah putih lain sebagai 'pabrik' untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya sehingga sel-sel darah puti yang dijadikan 'pabrik' oleh HIV rusak yang berakibat sistem kekebalan tubuh lemah karena banyak sel darah putih yang rusak setelah dijadikan 'pabrik'.  Sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang terular HIV setelah 5-15 tahun yang ditandai dengan sekumpulan gejala penyakit yang terkait dengan AIDS.

Selama informasi HIV/AIDS yang disampaikan ke masyarakat tidak akurat, maka selam itu pula perilaku berisiko tertular HIV terjadi yang menambah kasus infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dan perempuan dewasa.

Warga yang tertular HIV tapi tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Penyebaran HIV yang terjadi secara diam-diam ini bagaiman 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun