Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serial Santet #30 | "Terapi Lintah" Mengatasi Kaki Bengkak karena Racun Santet

5 Juni 2018   04:21 Diperbarui: 12 Juli 2018   14:21 2749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga ekor lintah di betis kanan yang bengkak (Dok Pribadi)

"Oom, ini kakinya bengkak." Itulah yang dikatakan oleh Roby, seorang akupunkturis muda di Jakarta Timur ketika henak menusukkan jarum ke betis saya (Maret 2018). Memang, beberapa tahun belakangan ini kedua kaki sering bengkak.

Belakangan baru ketahuan betis sampai mata kaki sering bengkak bukan karena jantung lemah, tapi karena di kedua betis sering pula diambil paku, beling, capit kepiting, gabah, miang bambu dan kawat.

Gejala yang sering terjadi adalah betis kram (Baca juga: Kaki Kram di Tengah Malam Buta). Sakitnya bukan main. Betis keras seperti batu. Baring sakit, duduk nyeri, miring perih, dst. Kram berlangsung antara 5-10 menit.

Benda-benda yang ditarik dari betis (Dok Pribadi)
Benda-benda yang ditarik dari betis (Dok Pribadi)
Benda-benda penyebab kram selalu bisa ditarik oleh Pak Ajie, yang selalu membantu saya jika ada kiriman (santet). "Segera ke sini, Pak," kata Pak Ajie di Cilegon, Banten, jika dikontak melalui SMS atau telepon.

Belakangan bengkak di kaki kian parah sampai mata kaki tidak kelihatan. Semula saya akan ke IGD di rumah sakit rujukan di Jakarta Timur. Tapi, saya teringat anjuran Pak Ajie agar memakai jasa 'terapi lintah'.

Bayangkan saya pun kalau dibawa ke rumah sakit disuruh baring dan kaki digantung. Ini tidak akan berhasil karena bekas-bekas benda yang ditarik dari betis jadi 'penyumbat' aliran darah.

Satu hari, hari Minggu, di bulan April 2018 saya melangkahkan kaki ke Jatinegera, Jakarta Timur. Di trotoar arah ke Sta KA Jatinegara dari Kebon Pala ada 'tukang lintah'. Saya tunjukkan betis kanan yang punuh dengan bekas garukan, "Wah, itu eksim, Pak," kata 'tukang lintah'.

Tapi, setelah saya tunjukkan foto benda-benda yang pernah diambil dia pun manggut-manggut. "Satu lintah Rp 10.000," katanya sambil mengambil lintan yang kecil dari stoples pelastik. Saya mau mencoba anjuran Pak Ajie. "Tiga lintah," kata saya.

Lintah ditempelkan ke bekas-bekas tempat menarik benda-benda kiriman. Begitu lintah nempel terasa gatal dan sedikit nyeri. Rupanya, lintah menyemprotkan cairan bening kental ke aliran darah baru kemudian disedot. "Kalau lintah sudah kenyang nanti jatuh sendiri," ujar tukang lintah.

Menurut Pak Ajie lintah itu akan menyedot darah yang tidak sama dengan darah di tubuh karena darah di tempat itu sudah kena racun yang dibawa benda-benda kiriman. Dengan bekam tidak bisa disedot darah yang terkontaminasi racun santet.

"Plaaaakkkkk ....." Salah satu lintah jatuh besarknya kira-kira sebesar jempol rata-rata orang dewasa. Padahal waktu mulai nempel besarnya tidak lebih dari besar pinsil. Darah terus mengucur, "Biarkan dulu, Pak, itu darah kotornya," kata tukang lintah.

Alhamdulillah. Betis saya mulai mengecil ke ukuran normal. Dua hari kemudian saya ke 'tukang lintah' lagi dan menyewa 6 lintah di berbaga titik di betis dan punggung yaitu tempat-tempat masuk benda-benda kiriman. Sepekan berikutnya saya sewa 10 lintah.

Beberapa hari kemudian kaki kiri dan kanan pun pulih dengan ukuran normal. Ketika bengkak saya ke dokter menunjukkan kaki bengkak dan menceritakan sepintas tentang benda-benda yang ditarik. "Sudah tes asam urat, Pak," tanya Bu Dokter. Saya katakan dua bulan sebelumnya baru operasi katarak yang sebelumnya sudah jalani tes darah tentu asam urat normal.

Syukurlah Bu Dokter di poliklinik itu memberikan obat antiinfeksi dan antiradang. Sebelum ke dokter setelah benda ditaraik saya membeli obat antibiotik karena hari libur. Saya khawatir terjadi infeksi karena yang ditarik adalah paku karatan dari betis dan bawah mata kaki kanan.

Bulan berikutnya daya ke dokter untuk keperluan lain. Saya ceritakn 'terapi lintah' yang saya jalani. "Bisa kempes, Pak," tanya Bu Dokter. Mendengar jawaban saya bahwa kaki kempes Bu Dokter pun tersenyum.

Memang, santet sering dijadikan alat untuk menyakiti agar korban tidak berdaya yang selanjutnya dibantu oleh yang membayar dukun. Mereka itu adalah orang-orang yang mencari kekayaan dengan pesugihan. Ada yang memelihara tuyul, babi ngepet, nyumpang dan yang kelas berat memelihara buto ijo.

Tumbal atau wadal yang harus disedikan yang memelihara pesugihan tidak bisa asal comot karena harus 'diasuh' dulu dengan memberikan semua keperluan kehidupan calon tumbal. Ini bisa mereka lakukan kalau calon tumbal invalid atau tidak berdaya.

Yang menjadikan saya dan anak-anak saya tumbal adalah yang memelihara buto ijo yang membutuhkan 17 tumbal berupa nyawa manusia.

Berkat bantuan beberapa 'orang pintar', ada di Tasikmalaya dan Kota Banjar (keduanya di Jabar), serta di Pandeglang dan Cilegon (keduanya di Banten), saya dan anak-anak lolos. Sebaliknya yang memelihara buto ijo dan saudaranya 'jadi tumbal'.

Nah, rupanya ada keluarga mereka yang balas dendam karena membuka aib keluarga sehingga saya terus-menerus jadi sasaran santet. Hanya doa dan bantuan 'orang-orang pintar' itulah yang bisa saya andalkan agar lolos dari jerat santet. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun