"Data yang ditemukan oleh KPA Sumedang, fenomena yang baru ditemukan adalah penularan HIV/AIDS lebih banyak terdapat pada ibu-ibu rumah tangga, sebesar 57 persen." Ini disebutkan oleh Wakil Ketua KPA Sumedang, Hilman Taufik (jabar.tribunnews.com, 15/5-2018).
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah suami ibu-ibu rumah tangga tsb. sudah menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya belum, itu artinya suami ibu-ibu yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tsb. jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ibu-ibu pengidap HIV/AIDS itu pun ketika hamil diikutkan dalam program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Data KPA Sumedang jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumedang sejak tahun 2003 tercatat 548. Dari jumah ini 264 penduduk Sumedang yang mengidap HIV/AIDS tidak terjangkau.
Itu artinya, 264 pengidap HIV/AIDS itu lolos dari pemantauan KPA Sumedang sehingga ada risiko mereka menularkan HIV ke orang lain. Celakanya, orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisik mereka. Biar pun tidak ada gejala-gejala khas AIDS pada fisik dan kesehatan, mereka bisa menularkan HIV ke orang lain terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Pengidap HIV/AIDS yang dijangkau Dinkes dan KPA menerima konseling setelah tes HIV dan mendapatkan obat antiretroviral (ARV) secara gratis. Obat ARV berguna menahan laju penggandaan HIV di dalam darah sehingga kondisi fisik dan kesehatan mereka tetap terjaga.
Dengan pemantauan dokter pengidap HIV/AIDS yang secara rutin meminum obat ARV pada saatnya HIV di dalam darah mereka tidak terdeteksi. Tapi, bukan berarti tidak ada hanya saja virusnya tidak aktif. Pada kondisi ini tidak terjadi penularan HIV melalui hubungan seksual.
Karena pengidap HIV/AIDS yang tidak terjangkau mencapai 264, angka ini sangat besar, Pemkab Sumedang perlu membuat regulasi yang konkret untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS.
Yang bisa dilakukan Pemkab Sumedang adalah menjalankan program ril dengan regulasi yaitu mewajibkan suami perempuan yang hamil menjalani konseling tes HIV. Jika hasil konseling menunjukkan perilaku seks suami berisiko tertular HIV, maka dilanjutkan dengan tes HIV.
Istri yang hamil pun menjalani tes HIV. Jika hasilnya positif, wajib mengikuti program pencegahan HIV/AIDS dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.