Penanggulangan pada poin 1 (a) hanya bisa dilakukan jika praktek PSK dilokasir sehingga bisa dijalankan program berupa inervensi untuk memaksa laki-laki pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Sedangkan untuk poin 1 (b) tidak bisa dilakukan intervensi karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai macam modus.
(2). Mendeteksi kasus HIV/AIDS yang tidak tedeteksi di masyarakat melalui program yang konkret. Seperti diketahui epidemi HIV/AIDS erat kaitannnya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Yang bisa dilakukan Pemkab Badung untuk menemukan warga pengidap HIV/AIDS yang belum terdeteksi di masyarakat adalah menjalankan program ril dengan regulasi yaitu mewajibkan suami perempuan yang hamil menjalani konseling tes HIV.
Jika hasil konseling menunjukkan perilaku seks suami berisiko tertular HIV, maka dilanjutkan dengan tes HIV.
Istri yang hamil pun menjalani tes HIV. Jika hasilnya positif, wajib mengikuti program pencegahan HIV/AIDS dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Langkah ini efektif, yaitu: memutus mata rantai penyebaran HIV melalui suami dan istri serta menyelamatkan bayi dari risiko tertular HIV.
Tanpa program penanggulangan yang riil, itu artinya insiden infeksi HIV baru terus terjadi. Yang tertular dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Ini merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H