Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Lebak, Buatlah Regulasi Penanggulangan HIV/AIDS yang Riil

26 Mei 2018   00:45 Diperbarui: 26 Mei 2018   00:53 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: kstp.com)

"Duh, 100 Warga Kabupaten Lebak Tewas Karena Aids." Ini judul berita di titiknol.co.id (23/5-2018). Judul berita ini tidak akurat karena tidak ada kasus kematian karena AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular) karena penyakit-penyakit yang disebut infeksi oportunistik, al. diare, TBC, dll.

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2018 berjumlah 270, dari jumlah ini 100 meninggal dunia. Pengidap HIV/AIDS terdiri atas 157 laki-laki dan 113 perempuan. Data ini berdasarkan temuan di Klinik VCT Seroja, RSUD dr Adjidarmo, Rangkasbitung. Tidak ada penjelasan jenis kelamin pengidap HIV/AIDS yang meninggal. Tidak ada pula informasi tentang faktor risiko penularan HIV terhadap 270 pengidap HIV/AIDS tsb.

Dalam jurnalistik judul ini termasuk kategori 'misleading' (menyesatkan) karena tidak sesuai dengan fakta (medis) tentang HIV/AIDS. Dalam berita juga tidak ada penjelasan tentang penyebab kematian 100 warga Lebak pengidap HIV/AIDS tsb. Dengan demikian harapan agar berita bisa mencerdasarkan dan membawa perubahan perilaku tidak tercapai.

Lead berita juga disebutkan " .... sebanyak 100 dari 270 warga di Kabupaten Lebak meninggal dunia akibat terjangkit HIV/AIDS." Lagi-lagi keterangan yang ngawur. Kematian 100 pengidap HIV/AIDS itu bukan karena 'terjangkit HIV/AIDS', tapi karena penyakit-penyakit yang muncul di masa AIDS.

Tingkat kematian yang mencapa 37 persen termasuk tinggi. Bisa jadi ini karena terlambat diagnosis dan tidak meminum obat antiretroviral (ARV). Obat ini bukan untuk menyembuhkan HIV/AIDS tapi untuk menekan laju penggandaan (replikasi) virus (HIV) di dalam darah.

Ketika HIV masuk ke aliran darah akan terjadi penggandaan virus yang memakai sel-sel darah putih sebagai 'pabrik'. Selanjutnya virus yang digandakan mencari sel darah putih lagi untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya. Sedangkan sel-sel darah putih, dalam tubuh berfungsi sebagai sistem kekebalan semacam tentara di satu negara, yang dijadikan 'pabrik' rusak.

Ketika sel darah putih banyak yang rusak karena dijadikan 'pabik' oleh HIV sistem kekebalan tubuh pun rendah. Inilah masa AIDS. Akibatnya, penyakit-penyakit lain mudah masuk ke tubuh yang akhirnya menyebabkan kematian jika tidak ditangani oleh dokter.

Dalam berita disebutkan: "Untuk meminimalisir semakin menyebarnya warga terjangkit virus berbahaya tersebut, pihaknya (Dinas Kesehatan Kabuparen Lebak, Banten-pen,) akan melakukan survei lanjutan di wilayah Kabupaten Lebak secara menyeluruh."  

Persoalan utama bukan mencari warga yang mengidap HIV/AIDS, tapi menurunkan insiden infeks HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa. Mereka ini tertular HIV melalui perilaku seksual berisiko, yaitu:

(1) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Lebak atau di luar Lebak, karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb mengidap HIV/AIDS.

(2) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria di wilayah Kab Lebak atau di luar Lebak. PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:

(a) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus, 'artis', 'spg', cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Inilah sebagian pintu masuk HIV/AIDS ke Lebak. Nah, bagaimana Pemkab Lebak, dalam hal ini Dinkes Lebak, mengatasi perilaku di atas?

Yang jelas perilaku nomor 1 dan 2 b tidak bisa diintervensi karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus bahkan memakai media sosial.

Sedangkan perilaku 2 a juga tidak bisa diintervensi karena praktek PSK langsung tidak dilokalisir.

Lalu, apa yang bisa dilakukan Pemkab Lebak? Kepala Dinas Kesehatan Lebak, Maman Sukirman, mengatakan: "Supaya tidak terjadi gunung es, kita akan lakukan mensurvei di wilayah Kabupaten Lebak. Karena mungkin bisa lebih dari 270 orang. Untuk menyatakan hal tersebut kita harus ada survei, ...."

Sedangkan Pj Bupati Lebak, Ino S Rawita, mengatakan: "Mencoba mengurangi, syukur bisa menghilangkan. Kabupaten Lebak akan gelar rapat lintas sektoral sehingga apa yang dibutuhkan termasuk mungkin pertama membuat Perbup Penanggulangan Aids. ...."

Untuk mewujudkan rencana Maman, maka langkah yang ditawarkan Ino yaitu membuat regulasi, seperti peraturan bupati (Perbu) atau peraturan daerah (Perda), sudah tepat.

Persoalannya adalah: Bagaimana mencari warga Lebak yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi? Soalnya, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi (270) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Maka, yang bisa dilakukan Pemkab Lebak adalah menjalankan program ril dengan regulasi yaitu mewajibkan suami perempuan yang hamil menjalani konseling tes HIV. Jika hasil konseling menunjukkan perilaku seks suami berisiko tertular HIV, maka dilanjutkan dengan tes HIV.

Istri yang hamil pun menjalani tes HIV. Jika hasilnya positif, wajib mengikuti program pencegahan HIV/AIDS dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Langkah ini efektif, yaitu: memutus mata rantai penyebaran HIV melalui suami dan istri serta menyelamatkan bayi dari risiko tertular HIV.

Itu artinya Perbub atau Perda tidak perlu berisi puluhan pasal, cukup satu atau tiga pasal saja tapi terarah ke pencegahan secara ril. Perda-perda AIDS yang ada sekarang, bahkan Perda AIDS Provinsi Banten hanya berisi pasal-pasal normatif yang tidak menukik ke akar persoalan (Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif).

Tanpa langkan konkret, penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Lebak yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun