Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Kota Samarinda, Lokalisasi Pelacuran Ditutup Kasus AIDS Terus Bertambah

19 Mei 2018   05:35 Diperbarui: 19 Mei 2018   05:44 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: dreamstime.com)

"ADUH GIMANA NIH..!! Pengidap HIV/AIDS Terus Meningkat." Ini judul berita di kaltim.prokal.co (6/5-2018) terkait dengan kasus HIV//AIDS di Kota Samarinda, Kaltim. Dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Samarinda sampai Agustus 2017 sebanyak 1.662.

Pemkot Samarinda sendiri sudah menelurkan Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2009 tanggal 3 Juni 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Samarinda, tapi Perda ini tidak bisa bekerja karena hanya sarat dengan muatan moral (Baca juga: Menguji Peran Perda AIDS Kota Samarinda dalam Menanggulangi AIDS).

Pertama, pelaporan HIV/AIDS di Indonesia adalah dengan cara kumulatif. Kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka yang menunjukkan jumlah kasus tidak akan pernah berkurang atau turun biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal dunia.

Bukan Virus Mematikan

Kedua, tahun 1990-2000 Thailand mencatat kasus yang mendekati angka 1 juta. Tapi, dengan lima program berskala nasional yang dijalankan simultan kasus baru terus turun. Pada tahun 2016 kasus HIV/AIDS di Thailand 450.000 dengan kasus baru 6.400 per tahun. Bandingkan dengan Indonesia dengan kasus 620.000, setiap tahun bertambah 48.000 sebagai kasus baru (aidsdatahub.org). Penurunan kasus baru di Thailand terjadi melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Ini bisa dilakukan karena praktek PSK dilokalisir dan di rumah-rumah bordil yang diawasi pemerintah.

Ketiga, di urutan pertama program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand adalah sosialiasi informasi HIV/AIDS yang melibatkan media massa. Celakanya, di Indonesia media massa tidak terlibat secara langsung. Berita HIV/AIDS sporadis kalau ada kegiatan saja.

Keempat, materi berita HIV/AIDS di Thailand objektif sehingga taktual dan akurat dan bisa jadi pegangan penduduk. Sedangkan di Indonesia berita HIV/AIDS banyak yang dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) sehingga tidak bisa jadi pegangan penduduk. Banyak media massa yang mengedepankan sensasi (Baca juga: Syaiful W Harahap, Pers Meliput AIDS, Penerbit Sinar Harapan/The Ford Foundation, Jakarta, 2000).

Kelima, seperti berita ini. Sama sekali tidak ada informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Masyarakat yang membaca berita ini sama sekali tidak memperoleh informasi yang akurat sebagai pegangan untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS.

Bahkan lead berita ini tidak benar. Disebutkan "Virus mematikan human immunodeficiency virus (HIV) kian masif di Kota Tepian (Kota Samarinda, Kaltim-pen.)." Sampai hari ini tidak ada laporan kematian karena virus HIV. Kematian pengidap HIV/AIDS, disebut Odha (Orang dengan HIV/AIDS), bukan karena HIV atau AIDS tapi karena penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), seperti diare, TB, dll.

Disebutkan dalam berita 'Bahkan tujuh orang meninggal dunia.' Celakanya, tidak disebutkan penyakit penyebab kematian tujuh pengidap HIV/AIDS ini sehingga terkesan kematian mereka karena HIV/AIDS.

Pengelola Program dan Monitoring Evaluasi, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Samarinda, Muhammad Basuki, pun memberikan informasi yang ngawur dengan menebut 'seks bebas'. Ini istilah yang sarat dengan moral yang merupakan terjemahan bebas dari 'free sex'. Dalam kamus-kamus Bahasa Inggris tidak ada entry 'free sex'. Istilah ini berkembang di tahun 1970-an yang mengacu ke kalangan hippies yang dipopulerkan dengan muatan moral sebagai sindiran.

Dalam berita disebutkan: "Penyebabnya, ada dua faktor yang mendominasi. Yakni, penggunaan jarum suntik dan seks bebas. Kedua faktor tersebut lebih besar karena seks bebas atau gonta-ganti pasangan."

Perilaku Berisiko

Dua faktor yang disebut tidak akurat.

'Penggunaan jarum suntik' tidak jelas. Terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik terjadi pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) yang memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran. Ada kemungkinan salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang mengandung HIV masuk ke pompa jarum suntik melalui jarum. Selanjutnya yang memakai jarum suntik tadi berisiko tertular HIV.

Disebutkan 'seks bebas' atau 'gonta-ganti pasangan'. Ini jelas ngawur.

Apa yang dimaksud dengan 'seks bebas'? Tidak ada penjelasan. Maka, berita ini sama sekali tidak mencerahkan.

Disebutkan pula: Menurut data KPA, penderita terbesar yakni pelanggan yang menggunakan jasa seks yang mencapai 70 persen.

Pernyataan ini pun tidak jelas. Apa yang dimaksud dengan 'pelanggan yang menggunakan jasa seks yang mencapai 70 persen'?

Yang jelas HIV/AIDS masuk ke Kota Samarinda al. adalah melalui perilaku seks yang berisiko, yaitu:

(1) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

(2) Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

(3) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti perselingkuhan, WIL, dll. karena bisa saja salah satu di antara prempuan tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

(4) Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, , seperti perselingkuhan, PIL, dll. karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. juga punya pasangan seks yang lain dengan perilaku seksual yang berisiko.

PSK Tidak Langsung

(5) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti PSK dan waria. PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:

(a) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat plus-plus, 'artis', cewek spg, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, ibu-ibu rumah tangga, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Dalam keterangan Muhammad tidak dijelaskan kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi dengan faktor risiko seks sebagai bentuk perilaku yang mana.

Di Kota Samarinda tiga lokalisasi pelacuran (Bayur, Solong dan Loa Hui) sudah ditutup. Dengan menutup lokalisasi pelacuran ini tidak akan menghentikan transaksi seks dalam bentuk pelacuran yang terjdi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai macam modus.

Maka, kemungkinan besar perilaku seks berisiko yang dilakukan warga, khususnya laki-laki dewasa, yang terdeteksi mengidap adalah perilaku nomor 5 (b). PSK langsung juga akhirnya menyaru sebagai PSK tidak langsung karena transaksi seks tidak dilokalisir Tentu saja Dinkes Kota Samarinda dan KPA Kota Samarinda tidak bisa melakukan intervensi karena transaksi seks tidak terjadi di tempat yang dilokalisir.

Itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa di Kota Tepian akan terus terjadi yang kemudian menularkan ke istri atau pasangan seks lain yang akan berakhir pada bayi yang dilahirkan istri-istri mereka kelak. (Catatan: pemakaian kata AIDS bukan HIV atau HIV/AIDS adalah untuk memudahkan masyarakat menangkap isu). *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun