Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mustahil Negeri Ini Bisa Mencetak "Lionel Messi"

11 Maret 2018   21:53 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:47 2060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu ada pelatih balap sepeda asal Belanda yang memilih pulang karena tidak betah. Bukan karena cuaca atau suasana, tapi karena pembalap yang dia latih, naik sepeda hanya ketika latihan.

Tentu saja hal itu bisa kita tarik ke sepak bola. Anak-anak dan remaja sangat sulit main sepak bola karena tidak ada lapangan untuk bermain bola. Berbeda dengan banyak negara yang hampir di tiap desa ada lapangan yang bisa dipakai untuk main bola.

Kisah Pele, pesepakbola terkenal dari Brasil, yang bermain bola di jalanan tentulah sulit dilakukan di negeri ini. Jangankan main bola untuk jalan kaki saja sudah bak menyabung nyawa karena berhadapan dengan pedagang K-5 dan pemotor yang memakai kekuasaan dengan membunyikan klakson dan suara bising mesin.

Jadi pemain sepakbola bayaran adalah impian semua anak-anak di kawasan Amerika Latin. Mimpi anak-anak itu pun tidak jauh dari lapangan hijau. Maka, tidak heran kalau pemain-pemain top di klub-klub sepak bola Eropa berasal dari negara-negara Amerika Latin. Sebut saja Lionel Messi, Neymar Jr, Edinson Cavani, Luis Suarez, Sergio Aguero, dll.

Dalam satu kunjungan ke Manila, Filipina, penulis menyaksikan remaja memakai jalan raya yang tidak jauh dari Istana Malacang untuk main basket. Kalau ada mobil yang lewat mereka mendorong tiang gawang ke tepi. Mobil berlalu tiang gawang kembali didorong ke tengah jalan. Di sebuah lapangan luas disediakan lapangan tenis, bulu tangkis, voli dan basket. Peralatan, seperti jaring dibawa sendiri. Semua bebas dipakai.

Bandingkan dengan Indonesia. Di perkotaan ketika keluar rumah di pagi hari anak-anak dan remaja langsung bertatapan dengan rumah tetangga atau tembok pagar rumah. Di sekolah pun tidak ada lapangan yang bisa dipakai untuk bermain bola. Tidak ada lapangan yang menyediakan lapangan-lapangan permainan olahraga.

Kalau di sebuah desa, misalnya, ada lapangan terbuka tentulah bangun pagi dan pulang sekolah anak-anak dan remaja bermain bola atau permainan olahraga lain. Adalah hal yang naif di negara dengan daratan yang luas ini lapangan terbuka untuk bermain olahraga nyaris tidak ada di setiap desa.

Di wilayah Jakarta Timur, misalnya, ada dua lapangan bola yang sudah dalam bentuk stadion. Bisa dipakai dengan membayar dan diatur jadwalnya pula. Di kawasan Cawang Kapling warga menyesalkan lapangan terbuka disulap jadi lahan sekolah. Belajar memang penting, tapi kalau tingkat kebugaran siswa rendah tentulah kemampuan menangkap pelajaran juga rendah. Kondisnya kian runyam karena anak-anak jarang yang jalan kaki ke sekolah biar pun hanya berjarak ratusan meter. Ada yang diantar orang tua, kakak, dll. Ada pula yang memilih angkutan umum.

Di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, ada lapangan untuk bermain sepak bola. Tentu ke lapangan ini harus naik angkutan umum kalau tidak punya motor. Mau naik sepeda juga bak menyabung nyawa karena angkutan umum dan pesepedamotor jadi 'raja jalanan' yang tidak memberikan ruang bagi pesepeda.

Yang diperlukan bukan lapangan sekelas stadion. Cukup lapangan rumput terbuka dengan tiang gawang. Mungkin, jalan tengahnya adalah ada regulasi yang memaksa di setiap kecamatan minimal ada satu lapangan luas untuk kegiatan beberapa cabang olahraga, seperti sepak bola, basket, voli, dll.

Selain sarana yang tidak ada, seleksi sejak dini juga tidak berjalan. Dulu ada pekan olah raga di setiap tingkatan pendidikan. Otonomi daerah juga menyumbang kegagalan atlet-atlet di berbagai cabang olahraga karena hanya mengandalkan klub sepak bola dengan pemain bayaran dari luar negeri.

Dengan kondisi seperti sekarang adalah hal yang mustahil mengharapkan akan lahir "Lionel Messi" karena kesempatan untuk bermain sepak bola yang sangat langka. Jangankan di Asia di kawasan Asean saja sepabola kita terpuruk. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun