Biar pun banyak orang-orang dari luar masuk ke Banda Aceh sehingga Kota Banda Aceh jadi pusat pertemuan banyak orang tidak akan pernah terjadi penularan HIV melalui pergaulan sehari-hari biar pun pendatang banyak yang mengidap HIV/AIDS.
Virus (HIV) yang ada di dalam tubuh pendatang yang berkumpul di Kota Banda Aceh tidak akan bisa berpindah ke warga Aceh jika tidak ada kontak fisik berupa hubungan seksual penetrasi (vaginal, oral dan anal) di dalam dan di luar nikah (Baca juga: Siapa yang Bawa HIV/AIDS ke Aceh?).
Dengan status daerah syariah secara de jure tentulah tidak ada pelacuran, tapi apakah ada jaminan di Aceh tidak ada transaksi seks? Atau apakah ada jaminan tidak ada laki-laki dewasa warga Aceh yang melakukan perilaku berisiko di Aceh, di luar Aceh atau di luar negeri?
Perilaku Seksual
Maka, semua terpulang kepada perilaku orang per orang karena perilaku seksual yang berisiko tertular HIV bisa terjadi pada hubungan seksual di dalam dan di luar nikah. Maka, pernyataan Iman yang menyebutkan: "Hindari berhubungan bebas atau seks bebas. Jagalah anak-anak kita, karena banyak komunitas-komunitas terindikasi penyakit ini. Mudah-mudah kita dapat menjaga anak-anak kita terhadap pergaulan-pergaulan bebas" tidak akurat.
Tidak ada komunitas yang terindikasi langsung dengan HIV/AIDS karena yang membuat ada risiko bukan komunitas tapi perilaku (seksual dan penyalahguna narkoba) orang per orang di komunitas tsb. Risiko penularan HIV melalui penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) bisa terjadi kalau narkoba disuntikkan dan jarum suntik dipakai bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian.
Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, pergaulan bebas, zina, melacur, selingkun, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).
Disebutan Dinkes Aceh menjalankan program tes HIV terhadap ibu-ibu hamil. Ini adalah langkah di hilir karena membiarkan warga tertular HIV. Selain itu yang patut dipertanyakan adalah apakah suami ibu-ibu hamil tsb. menjalan tes HIV?
Kalau tidak itu artinya suami-suami ibu hamil yang terdeteksi HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Yang diperlukan adalah program di hulu yaitu menurunkan jumlah infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, terutama melalui hubungan seksual dengan perempuan yang bergani-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).