Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Australia-Timor Leste Sepakati Batas Laut Garis Pertengahan, Bagaimana dengan Indonesia?

7 Maret 2018   10:42 Diperbarui: 7 Maret 2018   12:41 2887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diberitakan oleh australiaplus.com (6/3-2018) bahwa Australia dan Timor Leste akan menandatangai kesepakatan batas laut berdasarkan garis pertengahan antara kedua negara di Markas Besar PBB di New York, AS, pada tanggal 7/3-2018.

Sepintas perjanjian itu biasa-biasa saja, tapi akan ada dampaknya kalau dikaitkan dengan batas wilayah laut antara Indonesia dan Australia. Belum ada kesepakatan yang permanen tentang batas perairan laut antara Indonesia dan Australia.

Batas perairan laut

Kesepakatan batas laut antara Indonesia dan Australia disepakati tahun 1989 yaitu Timor Gap Treaty ketika Timor Leste, waktu itu disebut Timor Timur, masih bagian dari Indonesia. Tahun 2002 Timor Timor melakukan referendum dengan kemenangan untuk merdeka sebagai negara Timor Leste. Setelah kemerdekaan itu ada perjanjian Timor Sea Treaty, tapi tidak ada pembicaraan tentang perbatasan maritim.

Soal batas perairan laut ini sangat penting karena menyangkut 'harta karun' yaitu ladang migas Greater Sunrise. Nilai migas di sini diperkirakan mencapai 64,5 miliar dolar Australia.

Jika batas laut antara Timor Leste dan Australia berdasarkan landas kontinen, maka sebagian besar ladang migas itu masuk ke wilayah teritori Australia dan Timor Leste pun gigit jari. Namun, dengan diplomasi yang kuat Australia kemudian sepakat bahwa batas laut antara Timor Leste dan Australia adalah garis pertengahan antara Timor Leste dan Australia. Dengan kesepakatan ini Timor Leste pun kebagian kue migas Greater Sunrise.

Memang, rincian kesepakatan batas perairan laut itu belum dipublikaskan. Diperkirakan garis batas perairan laut itu akan membentang 50 mil luat di lepas pantai selatan Timor Leste.

Ilustrasi (Sumber: australiaplus.com/dfat.gov.au)
Ilustrasi (Sumber: australiaplus.com/dfat.gov.au)
Upaya Timor Leste untuk mendapatkan ladang migas itu tidak mudah. Tuntutan Timor Leste yang mereka sebut The Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS) dengan Australia dibawa ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda. Timor Leste menang. Biar pun perjanikan CMATS ditandatangani tahun 2016, Dilli menuding Australia melakukan misi mata-mata sejak tahun 2004 untuk mendapatkan keuntungan komersial dari perjanjian itu. Dili pun kemudian mengajukan gugatan melalui Mahkamah Internasional PBB pada Juni 2015 untuk membatalkan perjanjian itu (kompas.com, 9/1-2017).

Kerja keras pemerintah Timor Leste akhirnya menekuk Australia sehingga sepakat untuk menjadikan garis pertengahan sebagai batas perairan laut antara kedua negara bertetangga itu. Kalau saja Indonesia juga melihat peluang itu sejak melepaskan Timor Timur, tentulah batas wilayah perairan Indonesia dan Australia juga bisa berdasarkan garis pertengahan antar kedua negara.

Batas perairan itu kian penting karena kasus penangkapan nelayan Indonesia sering terjadi di perairan laut antara Indonesia dan Australia karena garis batas yang tidak mengungtungkan Indonesia.

Ada kabar bahwa Australia menghindari kesepakatan garis batas pertengahan sebagai batas laut dengan Indonesia. Tapi, pengamat yakin kesepakatan Australia dengan Timor Leste yang menentukan garis pertengahan antar kedua negara sebagai batas perairan laut akan mendorong Indonesia menuntut hal yang sama.

ZEE Indonesia

Bukan hanya dengan Indonesia. Kesepakatan batas laut dengan Timor Leste itu pun akan berdampak juga dengan negara-negara lain yang bersinggungan dengan perairan Australia.

Ketika Timor Leste merdeka, Menlu Australia, ketika itu, Alexander Downer, seperti disebut 'australiaplus.com', mengingatkan bahwa penetapan ulang batas-batas maritim dengan Timor Leste akan berisiko "mengurai" ribuan kilometer perbatasan laut dengan Indonesia. Batas-batas maritim Australia dengan Indonesia mencakup ribuan kilometer.

"Itu masalah sangat besar bagi kita dan kita tidak ingin mau masuk dalam negosiasi ulang," kata Downer. "Hal yang tidak diinginkan Australia yaitu mengurai semua perbatasan maritim yang telah kita dinegosiasikan susah payah selama bertahun-tahun dengan semua negara tetangga kita," kata Menlu Downer saat itu.

Namun, perjanjian dengan Timor Leste itu semua bisa berubah, apalagi hukum luat internasional juga sudah banyak yang berubah. Gagang ada di tangan pemerintah Indonesia karena kesepakatan terakhir tentang batas perairan laut Indonesia-Australia dilakukan tahun 1971. Ketika itu batas didasarkan pada landas kontinen yang bersentuhan dengan pantai pulau-pulau terluar di belahan selatan Indonesia.

Salah satu fakta hukum yang bisa dipakai Indonesia dalam pembicataan batas perairan laut dengan Australia adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982. Konvensi ini menetapkan bahwa jika pantai dua negara yang berbatasan langsung atau berdekatan satu sama lain, kedua negara tidak berhak untuk memperluas perairan laut teritorialnya melampaui garis pertengahan.

Dikatakan oleh Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni: "Lebih celaka lagi pada tahun 2012 secara sepihak menetapkan Gugusan Pulau Pasir sebagai cagar Alam Nasional Australia." (Kompas.com, 4/9-2017).

Sebelum konvensi PBB 1982 itu, pada tahun 1977 Menlu Indonesia saat itu, Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja, menuding kesepakatan batas perairan laut Indonesia dan Australia yang disepakati tahun 1977 merugikan Indonesia. Menlu berpijak pada penetapan garis media batas laut yaitu Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Wilayah ZEEI ini, zona dengan batas laut 200 mil laut dari garis dasar pantai, memberikan hak kepada nelayan Indonesia untuk menangkap ikan lebih jauh ke selatan perairan Indonesia.

Untuk itulah mumpung masih hangat, Indonesia harus memainkan peran diplomasi internasional, jangan hanya berkoar-koar dengan diplomasi yang berbau agama, untuk mengembalikan kekayaan alam negeri di wilayah selatan, terutama yang berbatasan dengan Australia (dari berbagai sumber). *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun