Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cawagub Jabar Akan Bangun Banyak Rumah Sakit

3 Maret 2018   22:24 Diperbarui: 3 Maret 2018   22:40 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: tribunnews.com)

"Ada Produksi Alkes di Sukabumi, Dedi Mulyadi Optimistis Bangun Banyak RS di Jabar." Ini judul berita di kompas.com,  3/3-2018. Ini bukti betapa rendahnya pemahaman terkait dengan kesehatan masyarakat. Yang diperlukan bukan rumah sakit yang banyak, tapi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan cara mencegah penyakit, terutama penyakit degeneratif.

BPJS Kesehatan tekor triliunan rupiah setiap tahun karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan penyakit-penyakit tidak menular, seperti jantung, diabetes, dll. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit degeneratif  (penyakit karena proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk).

Dedi Mulyadi adalah calon Wakil Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2018 yang berpasangan dengan calon Gubernur Deddy Mizwar. Dengan pola pikir seperti ini jelas tidak ada harapan pasangan itu kelak bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena hanya menunggu warga sakit lalu diobati di banyak rumah sakit yang akan mereka bangun kelak.

Dedi hanya bicara soal ekonomi terkait dengan produksi alkes (alat kesehatan) yang diproduksi di Sukabumi, Jabar. Sayang dalam berita tidak dijelaskan jenis alkes yang diproduksi di Sukabumi.

Terkait dengan rumah sakit yang diperlukan tidak sekedar alkes karena ada obat-obatan, vaksin, tenaga medis, dan peralatan.

Cara berpikir Cawagub Jabar ini setali tiga uang dengan yang dilakukan SBY salam 10 tahun masa jabatannya sebagai presiden yaitu jumlah rumah sakit bertambah 600 persen. Tapi, pemerintah SBY itu lupa pertembahan rumah sakit itu seiring dengan pertambahan jumlah warga yang memerlukan perawatan di rumah sakit (Baca juga: Pemerintahan SBY: RS Meningkat 600 Persen, Jumlah Penduduk yang Sakit Juga Meroket dan Hanya Genjot Pembangunan Rumah Sakit, Lupa Meningkatkan Kesadaran Masyarakat terhadap Kesehatan).

Kasus HIV/AIDS, misalnya, sampai Maret 2017 secara kumulatif di Jabar jumlahnya 29.939 yang terdiri atas 24.650 HIV dan 5.289 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jabar pada peringkat ke-4 secara nasional (Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 24 Mei 2017). Pengidap HIV/AIDS ini membutuhkan dana yang besar untuk pembelian obat antiretroviral (ARV) sepanjang hidupnya, serta perawatan dan obat ketika pengidap HIV/AIDS sakit. Harga obat ARV untuk lini 1 Rp 360.000/bulan/orang yang harus diminum seumur hidup.

Sekarang pemerintah pusat menanggung biaya pembelian obat ARV dengan bantuan donor asing. Tahun depan bantuan donor asing tidak ada lagi sehingga biaya pembelian obat ARV akan jadi beban APBN yang pada gilirannya juga jadi beban APBD.

Penyakit lain, seperti penderita jantung koroner di Jawa Barat mencapai 160.000 atau 0,5 persen dari total kasus di seluruh Indonesia. Persentase ini menempatkan Jawa Barat di peringkat pertama provinsi dengan kasus jantung terbanyak di Indonesia (kompas.com, 21/8-2017),

Begitu juga dengan penyakit difteri. Berdasarkan data yang dikumpulkan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penderita tertinggi (kumparan.com, 19/12-2017).

Penyakit lain, seperti diabetes, disebutkan bahwa jumlah penderita penyakit diabetes di Kota Bandung terus meningkat setiap tahun. Bahkan, penyakit ini mulai merebak ke kalangan anak muda. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita, pada tahun 2012 jumlah penderita diabetes mencapai 21.400 orang. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat lebih dari 60 persen menjadi 33.600 orang (kompas.com, 17/11-2017).

Ada kasus menarik terkait penyakit di Jawa Barat. Seorang dokter di sebuah Puskesmas di Jabar bingung tujuh keliling karena ada saja warga yang membawa anaknya yang sakit dan minta divaksinasi. Rupanya, anak itu tidak menjalani vaksinasi atau immunisasi lengkap. "Tolong, Dok, divaksinasi," kara orang-orang tua yang membawa anaknya yang sakit ketika diberi tahu dokter bahwa penyakit itu terjadi karena anak tsb. tidak menjalani vaksinasi.

Orang-orang tua yang membawa anak yang sakit juga membawa adik anak yang sakit. Ketika ditanya apakah sudah divaksinasi, orang-orang tua itu mengatakan: "Nanti saja, Dok, divaksinasi ketika sakit."

Tugas berat bagi gubernur dan wakil gubernur di Jawa Barat adalah mendorong masyarakat agar mengikuti vaksinasi lengkap bagi ibu hamil dan bayi sampai anak-anak. Bukan membangun rumah sakit yang banyak. Selain itu adalah menggerakkan masyarakat Jabar agar mengetahui risiko penyakit genetika sehingga bisa ditangani sejak dini (Baca juga: Perbedaan Visi Kesehatan Antara Jokowi dan SBY).

Maka, bukan membangun rumah sakit, tapi menalankan program promosi kesehatan agar warga Jabar bisa menjaga diri agar tidak sakit, baik karena penyakit degeneratif maupun karena penyakit menular. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun