Celakanya, di Kota Payakumbuh perhatian lebih tertuju kepada LSL dengan mengabaikan potensi penyebaran yang dilakukan oleh laki-laki heteroseksual.
Dikatakan oleh dr Harika: untuk menanggulangi HIV/AIDS, Payakumbuh saat ini sudah memiliki pelayanan terhadap pengidap HIV/AIDS yakni di RSUD Adnaan WD termasuk di lima Puskemas yang tersebar di Payakumbuh.
Penanggulangan yang disebutkan dr Harika itu adalah langkah di hilir. Artinya, dibiarkan dulu warga tertular HIV baru ditangani di rumah sakit atau puskesmas. Yang diperlukan adalah langkah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki heteroseksual yakni memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Namun, hal di atas tidak bisa dilakukan karena praktek PSK tidak dilokalisir sehingga transaksi seks terjdi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Jika penanggulangan HIV/AIDS di Kota Payakumbuh hanya fokus pada LSL, maka sudah bisa dipastikan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki heterseksual akan terus terjadi. Pada gilirannya laki-laki heterseksual yang mengidap HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terjadi secara diam-diam karena yang menularkan tidak mengetahui kalau dia  mengidap HIV/AIDS (tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang mengidap HIV/AIDS sebelum masa AIDS). Celakanya, yang ditulari pun tidak merasakan secara fisik ada penularan HIV pada dirinya.
Penyebaran HIV/AIDS yang terjadi secara diam-diam di masyarakat merupakan 'bom waktu' menuju 'ledakan AIDS' kelak. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H