Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ngawur, Kota Depok Cegah AIDS dengan Memperkuat "Homofobia" di Kalangan Warga

26 Februari 2018   09:55 Diperbarui: 26 Februari 2018   10:38 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Depok sendiri menjalankan program sosial yang diskriminatif yaitu tidak memberikan santunan kematian kepada warga yang meninggal karena penyakit terkait AIDS (Baca juga: Santunan Kematian yang Diskriminatif di Kota Depok, Jawa Barat). Padahal, kematian pada pengidap HIV/AIDS bukan karena HIV atau AIDS (Baca juga: Kematian Pengidap HIV/AIDS di Kota Depok Bukan Karena HIV atau AIDS).

Kasus AIDS

Dengan program yang diskriminatif itu yang paling tidak masuk akal adalah bayi, anak-anak dan perempuan yang tertular bukan karena ulah mereka tapi tetap tidak dapat santunan.

Terkait dengan terminologi 'penyimpangan seksual', perlu dipertanyakan kepada Wulandari: Apakah  laki-laki heteroseksual yang beristri yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain di luar nikah tidak termasuk penyimpangan seksual?

Kalau Wulandari mengatakan tidak, itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki beristri melalui hubungan seksual dengan perempuan lain di luar nikah akan terus terjadi yang pada gilirannya laki-laki tsb. jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat. Bagi yang beristri menularkan HIV ke istri (horizontal). Jumlah perempuan berisiko terular HIV kain banyak kalau laki-laki pengidap HIV mempunyai isteri lebih dari satu. Kalau istrinya tertular, maka ada pula risiko penularan HIV ke anak yang dikandungnya kelak (vertikal).

Wulandari menjadikan data jumlah kasus HIV/AIDS yang disampaikan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Depok yang berjumlah 988 tahun 2017. Disebutkan 353 di antaranya berasal dari komunitas gay, transgender dan lesbian. Dalam hal pelaporan kasus HIV/AIDS yang dijadikan Kemenkes RI jadi patokan adalan kasus AIDS bukan HIV karena data kasus HIV tidak semua akurat.

www.kompasiana.com
www.kompasiana.com
Laporan kasus HIV ada dari survailans tes HIV (tanpa konfirmasi), hasil skirining darah donor di PMI, dan tes cepat (rapid test) yang tidak dikonfirmasi. Panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan setiap tes HIV wajib dikonfirmasi dengan tes lain. Pada Tabel berikut berupa laporan Kemenkes RI jelas bahwa kasus AIDS secara nasional pada priode 1987-2017 pada homoseksual 4,23 persen, biseksual 0,58 persen. Bandingkan dengan heteroseksual yang mencapai 67,8 persen.

Lagi pula kasus HIV dengan embel-embel LGBT patut dipertanyakan: (a) apakah data tsb. dari sumber pertama (yang bersangkutan), (b) sumber sekunder (dari teman ybs.), dan (c) dari sumber tidak langsung (katanya).

Selain itu di dunia belum ada kasus penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Itu artinya Kota Depok memecahkan rekor karena disebutkan ada kasus HIV/AIDS pada lesbian. Dari paparan KPA Kota Depok itu tidak ada data HIV/AIDS pada biseksual, padahal laki-laki biseksual adalah jembatan penyebaran HIV dari komunitas gay dan transgender ke masyarakat dan sebaliknya.

Pemerintah Kota Depok rupanya tetap ngotot menjadikan isu LGBT sebagai langkah penanggulangan HIV/AIDS. Seperti yang disebutkan dalam berita "Namun buat pemerintah kota Depok memerangi AIDS harus diawali dengan mencegah munculnya perilaku LGBT. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Depok bahkan melakukan sosialisasi tentang bagaimana orangtua bisa mengubah pola asuh untuk mencegah timbulnya perilaku seksual menyimpang pada anak-anak."

Bom Waktu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun