Tayangan foto dan video dengan konten pornografi di berbagai media melalui jaringan Internet jadi persoalan besar terutama bagi masyarakat dengan tingkat leterasi dan edukasi yang rendah.
Kondisinya kitan runyam karena ada menteri perempuan yang membela pelaku kejahatan seksual dengan menjadikan pornografi dan pornoaksi sebagai 'kambing hitam'. Polisi pun terlalu ringat mulut memberikan keterangan kepada wartawan tentang alasan pelaku kejahatan seksual dengan mengatakan: pelaku mengaku terpengaruh tayangan porno, dll.
Tentu saja alasan tsb. sangat pantas diperdebatkan karena banyak orang yang menonton video porno tapi tidak melakukan kejahatan seksual. Maka, "Persoalan ada pada pelaku." Ini disebutkan oleh seorang psikolog, Yulia Singgh D Gunarsa, dalam sebuah wawancara terkait perkosaan terhadap seorang mahasiswi di Bogor di tahun 1990-an. Pelaku mengatakan terpengaruh film yang baru dia tonton di bioskop.Â
"Kalau benar film itu bisa mendorong orang memerkosa tentulah bikan hanya dia yang memerkosa," kata psikolog itu.
Dan benar karena hasil pemeriksaan polisi pemuda itu mengaku sudah lama mengincar mahasiswi itu.
Karena dorongan dari berbagai pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pun memblokir situs-situs yang berisi konten pornografi. Celakanya, satu situs diblokir muncul situs-situs baru. "Ibarat semboyan Kodam Siliwangi 'esa hilang dua terbilang'," kata Rudiantara, Menteri Kominfo, dalam acara Kompasiana "Tokoh Bicara" di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta (30/1-2018).
Tapi, karena tingkat literasi dan edukasi masyarakat terkait dengan media tidak ada pilihan selain memblokir situs-situs yang mengandung konten pornografi. Rudiantara mengatakan langkah itu tidak akan bisa meredam pencarian situs-situs porno dalam kondisi tingkat literasi dan edukasi media yang rendah. Konten berupa foto, video dan film porno yang dikenal dengan kode 'X'(makin banyak 'X'-nya makin seru) perlu juga dibedakan dengan blue film yang juga ada sebagai media pembelajaran seksualitas.
Selain konten porno media jaringan Internet, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dll. juga bisa jadi media sexting yaitu bertukar konten seks melalui telepon pintar, seperti pesan, foto dan gambar (Baca juga: Sexting Dilakukan oleh Anak-anak pada Usia yang Kian Muda).
Keberhasilan pemeritah, menurut Rudiantara, bukan berpijak pada jumlah konten yang diblokir. Kemenkominfo sudah memblokir puluhan ribu situs porno serta situs dengan konten intoleransi, kriminal, radikalisme, dll. Rudiantara berharap dengan bantuan dan dukungan banyak kalangan tingkat literasi dan edukasi media masyarakat meningkat sehingga ada kemampuan untuk memilih situs-situs yang bermanfaat. Ini semacam self cencorship yang datang dari diri sendiri.