Mengapa kepala sekolah SMAN3 dan Plt Kepala Dinas Pendidikan  Jawa Timur cabang wilayah Lamongan, mengaburkan dan menggelapkan fakta utama yang jadi alasan FM tidak berani ke sekolah mengambil ijazah?
FM jujur dan tahu diri. Ini fakta. Tapi, celakanya kepala sekolah dan pejabat disdik malah mengabaikan fakta yang jadi modal utama untuk kejujuran di masa depan ketika kejujuran jadi barang langka di negeri ini.
Lihat saja di Pengadilan Tipikor semua membantah tuduhan jaksa. Baru satu orang yang jantan mengakui menerima suap yaitu Agus Tjondro, PDI-P, yang mengaku menerima cek perjalanan terkait dengan pemilihan deputy gubernur BI. Sayang, kejujuran Agus diganjar PDI-P dengan pemecatan sedangkan rekan separtainya yang juga dihukum dalam kasus yang sama tidak senasib dengan dia.
FM juga memilih Ahok, mantan Gubernu DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, untuk curhat karena bertolak dari fakta juga. Selama jadi gubernur Ahok selalu menerima keluhan warga, bahkan warga luar DKI, dan langsung memberikan jalan keluar bukan hanya sebatas "PHP" (pemberi harapan palsu) dengan orasi moral: ya, kita tampung, dst ....
Maka, tidaklah elok mengait-ngaitkan FM dengan segala rupa terkait dengan suratnya ke Ahok. Alangkah sedihnya tidak sedikit teman-teman sebaya FM yang mencibir. Mereka-mereka itu lebih mementingkan kepalsuan daripada kejujuran.
Amat disayangkan siswa-siswi yang kemudian menghujat FM. Mereka ternyata tidak bisa berempati (compassion) terkait dengan derita FM selama tiga tahun yang dililit hutang di sekolah.
Lagi-lagi ujian ril terhadap fakta dan kejujuran yang lagi-lagi dikalahkan orasi moral dengan bantuan media yang juta tidak konsisten sebagai agent of change yang memberikan pencerahan karena sebagian mementingkan sensasi dengan balutan informasi yang bias. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H