Jargon-jargon penanggulangan HIV/AIDS terus berkumandang. Hanya saja jargon-jargon itu hanya sebatas retorika moral karena tidak menukik ke akar persoalan yaitu penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual berisiko.
Seperti yang dikumandangkan di Kota Sukabumi, Jawa Barat, ini. Seperti yang disebutkan oleh Ketua KPA Kota Sukabumi Achmad Fahmi : .... memberikan pengertian tentang pentingnya melakukan tes HIV dan melanjutkan dengan pengobatan ARV jika terdiagnosa HIV sedini mungkin (republika.co.id, 20/12-2017).
Sisebutkan pada tahun 2015 ditemukan 136 kasus HIV/AIDS baru, sedangkan pada tahun 2016 ditemukan 129 kasus HIV/AIDS baru, Â dan pada kurun waktu Januari-November 2017 ditemukan 133 kasus HIV/AIDS baru.
Dalam epidemi HIV tes HIV adalah kegiatan di hilir. Kalau ada hasil tes HIV yang reaktif (positif) itu ybs. sudah tertular HIV. Jika seseorang yang melakukan tes HIV secara sukarela terdeteksi reaktif, maka ybs. minimal sudah tertular lebih dari tiga bulan. Nah, pada rentang waktu sejak tertular sampai tes HIV sudah terjadi penularan terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah tanpa disadari oleh pengidap HIV/AIDS.
Tes HIV penting bukan bagi semua warga Kota Sukabumi, tapi penting bagi, al.:
(1) warga Kota Sukabumi, laki-laki dan perempuan dewasa, yang pernah atau sering melalukan perilaku berisko yaitu hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.
(2) warga Kota Sukabumi, laki-laki dewasa, yang pernah atau sering melalukan perilaku berisko yaitu hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti pekerja seks komersial (PSK). Perlu diingat ada dua jenis PSK yaitu:
(a) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Disebutkan dalam berita KPA Kota Sukabumi menjalankan program untuk mencapai tiga zero yaitu: tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian akibat AIDS dan tidak ada stigama dan diskriminasi.
Persoalannya adalah kalau yang dilalukan untuk mencapai "tidak ada infeksi baru HIV" adalah tes HIV itu tentulah tidak masuk akal karena tes HIV ada di hilir. Langkah ini membiarkan warga Kota Sukabumi tertular HIV dahulu baru diminta melakukan tes HIV.
Jika mau mencapai tahap "zero kasus infeksi HIV baru", maka tes HIV bukan jawaban karena warga sudah tertular HIV (di hulu). Laki-laki dewasa tertular HIV melalui hubungan seksual pada perilaku berisiko. Sedangkan ibu-ibu rumah tangga tertular dari suami, dan pada bayi yang baru lahir tertular secara vertikal dari ibu yang mengandungnya, terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Menghentikan insiden infeksi HIV baru adalah hal yang mustahil karena tidak mungkin mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga Kota Sukabumi. Dalam epidemi HIV yang bisa dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK langsung.
Program yang dikenal dengan sebutan 'wajib kondom 100 persen' bisa dilakukan melalui intervensi kepada laki-laki yang melalukan hubungan seksual dengan PSK langsung dengan persyaratan praktek transaksi seks dilokalisir.
Celakanya, sejak reformasi terjadi euforia yang menutup semua tempat pelacuran sehingga praktek jual-beli seks yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung pun terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak bisa dilakukan intervensi 'wajib kondom 100 persen'.
Maka, insiden infeksi HIV bar pada laki-laki dewasa akan terus terjadi kepada laki-laki dewasa warga Kota Sukabumi yang melakukan perilaku berisiko yang selanjutnya ditularkan ke pasangan, terutama istri. Pada terminal terakhir ibu-ibu yang tertular HIV dari suami menularkan HIV pula ke bayi yang dikandungnya. Maka, penularan HIV yang tidak bisa dikontrol ini bagaikan 'bom waktu' yang kelak sampai pada kondisi 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H