Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah seorang istri berani bertanya kepada suaminya tentang perilaku seksual suami di luar rumah?
Tentu saja tidak akan ada yang berani. Maka, penyuluhan IMS dan HIV/AIDS yang menyasar ibu-ibu rumah tangga jelas salah sasaran.
Dalam epidemi HIV/AIDS kasus-kasus pada kalangan laki-laki gay merupakan 'terminal terakhir' karena mereka berada dalam komunitas yang tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat dalam hal hubungan seksual.
Berbeda dengan kasus IMS dan HIV/AIDS pada waria yang justru jadi masalah besar karena 'pelanggan' (laki-laki yang menempong) waria justru laki-laki beristri dengan berbagai pembenaran. Misalnya, hubungan seksual dengan waria tidak mengingkari cinta ke istri karena tidak melalukan seks vaginal, dll. (Baca juga: Lebih Tuntas dengan Waria).
Yang juga jadi masalah besar bagi istri adalah jika suami seorang biseksual. Dengan kondisi ini istri berada pada risiko tinggi tertular IMS atau HIV/AIDS atau kedua-duanya sekaligus karena suaminya juga melakukan hubungan seksual sejenis yang disebut Lelaki Suka Seks Lelaki (LSL). Hubungan seks anal tanpa kondom seorang laki-laki biseksual dengan pasangannya yang juga laki-laki berisiko tinggi terjadi penularan IMS atau HIV/AIDS jika salah satu pasangan itu mengidap IMS atau HIV/AIDS.
Karena tidak ada sanksi moral dan pidana terhadap suami yang menularkan IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus kepada istrinya, maka lagi-lagi istri jadi korban sebagai pelengkap-penderita.
Ternyata banyak di antara kita yang lebih mementingkan urusan privasi orang lain daripada menyelamatkan perempuan-perempuan yang berada pada posisi yang powerless serta voiceless menghadapi kekerasan seksual dalam perkawinan.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H