Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memasyarakatkan Kode Provinsi 2 Huruf, Kode Kota 3 Huruf dan Kode Pos

27 Oktober 2017   11:00 Diperbarui: 27 Oktober 2017   11:59 10529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alamat yang tidak jelas (Sumber: prasastimarmer.com)

Amerika Serikat (AS) dengan 50 negara bagian ternyata bisa memakai kode negara bagian dengan dua huruf, sedangkan Indonesia dengan 34 provinsi tetap tidak bisa menerapkan singkatan provinsi 2 huruf dan singkatan atau kode kota dengan 3 huruf. Singkatan negara pun 2 huruf, Indonesia disingkat jadi ID.

Kode pos yang mulai diterapkan di Indonesia sejak awal tahun 1980-an tidak mengacu ke kode provinsi dan kota yang sudah distandardisasi dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) 7657:2010 yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia tentulah jauh lebih baik daripada yang diterapkan PT Pos Indonesia. Kode pos yang diterbitkan Pos Indonesia sama sekali tidak memamai singkatan kota dan provinsi. SNI kode provinsi dan kode kota di Indonesia mengacu ke kode yang ditetapkan oleh  International Organization for Standardization (ISO) yaitu ISO 3166-2:ID.

Dokpri
Dokpri
Tidak Memasyarakat

Kode yang merupakan identitas nama provinsi dan kota distandardisasi untuk berbagai kepentingan agar tidak terjadi simapang-siur. Kode provinsi, kota dan kabupaten jadi penting untuk urusan administrasi. Sedangkan kode pos adalah identitas desa, kampung atau kelurahan di satu provinsi di Indonesia menggunakan 5 angka yang dimaksudkan agar surat-surat dan wesel pos tidak salah alamat. Kode pos diperkenalkan di Jerman tahun 1941 yang diikuti oleh Inggris tahun 1959.

Dalam satu kesempatan di tahun 1980-an, Kepala Kantor Pos Kuningan, Jawa Barat, mengeluh karena banyak surat yang sampai ke kantornya ternyata ditujukan ke kawasan Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Tapi, karena di alamat disebut Kuningan, tanpa Jakarta Selatan, surat pun dikirim ke Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Surat-surat buntu, ini istilah pos, jadi masalah karena alamat yang tidak jelas.

Tapi, dengan kode pos surat pasti akan sampai karena tiap desa, kampung dan kelurahan di Indonesia biar pun namanya sama surat tidak akan buntu atau salah alamat.

Yang sangat disayangkan kode pos di Indonesia menghilangkan nama daerah yang dikenal luas dan semua alamat di sebuah kota dan kabupaten ditetapkan dengan nama ibukota kabupaten. Ini mengabaikan faktor sosiologis sebuah daerah, bisa desa atau kecamatan yang sangat khas dan dikenal luas karena berbagai hal (Kode Pos (di) Indonesia Tidak Merakyat!).

Misalnya, daerah penghasil buah salak di Padangsidimpuan, Sumatera Utara, dikenal sebagai daerah Parsalakan. Warga menyebut nama desa atau kelurahan dengan tambahan identitas "Parsalakan" sehingga nama desa, kampung atau kelurahan yang disebut tadi segara dikenali karena ada di kawasan Parsalakan. Tapi, kode pos tidak mengakomodir 'Parsalakan', jika alamat kode pos hanya menyebut nama ibu kota kabupaten yaitu Sipirok (kode ISO belum ada karena ibu kota baru). Nama Sipirok ini amat jauh secara geografi dan sosilogis dari Parsalakan yang merupakan 'satelit' Kota Padangsidimpuan (PSP). Namun, dengan tetap menyebut identitas Parsalakan alamat akan lebih arif, misalnya: Jalan Madrasah No 1, Sibangkua, Parsalakan, Sipirok (itu kota Kabupaten Tapanuli Selatan), SU (kode pos Sibangkua).

Alamat Tidak Jelas

Begitu juga di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang merupakan daerah baru pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan ibu kotanya ditetapkan pemerintah di Panyabungan. Secara sosiologis kota ini lebih muda dari Kotanopan yaitu sebuah kecamatan di Madina yang disebut sebagai Mandailing Julu. Tapi, dalam penulisan Kode Pos nama Kotanopan dihilangkan sehingga kode pos untuk Kecamatan Kotanopan diganti dengan Panyabungan (diikuti kode pos desa atau kelurahan di Kotanopan).

Adalah hal yang janggal bagi warga Kotanopan jika harus menulis alamat yang menyebut Panyabungan. Karena kode kota yang disrandardisasi oleh ISO hanya tingkat ibu kota kabupaten, maka alamat di Kecamatan Kotanopan boleh-boleh saja pakai PYB (Panyabungan), tapi tidak menghilangkan nama Kotanopan. Contoh: Jalan Sudirman No 1, (nama desa, kampng atau kelurahan), Kotanopan, PYB, SU (diikuti dengan nomor kode pos desa atau kelurahan tsb.). Dengan cara ini warga Kotanopan tidak merasa ada 'di bawah' atau lebih muda dari Panyabungan hanya karena ibu kota kabupaten.

Ilustrasi: Alamat yang tidak jelas (Sumber: prasastimarmer.com)
Ilustrasi: Alamat yang tidak jelas (Sumber: prasastimarmer.com)
Karena penulisan kode pos yang tidak mengakomodir kabupaten dan provinsi alamat itu buta. Coba tebak di mana alamat ini (tanpa mencari tahu kode pos tsb.): Jln. Raya Gondang-Lengkong Kode Pos 64451? Rumit 'kan. Kalau saja disebut: Lengkong, Kabupaten Nganjuk (NJK), Jawa Timur (JI) 64451 tentu tidak membuat kepala bergeleng atau mengerenyitkan dahi atau menepuk jidat.

Salah satu langkah konkret untuk memasyarakatkan kode provinsi, kota kota dan kode p;os al. melalui penulisan alamat kantor instansi dan institusi dengan menampilkan kode kota, kabupaten dan provinsi yang dilengkapi dengan kode pos. Sedangkan kode kota, kabupaten dan provinsi daerah lain bisa diketahui melalui surat yang diterima atau melalui pusat informasi. Selain di papan nama alamat kantor, sekolah, perguran tinggi, dll. kode pos juga ditulis di papan nama alamat jalan dan gang.

Untuk itulah perlu juga dikaji penulisan kode pos agar masyarakat tidak merasa dihilangkan identitas kedaerahannya. Ini justru membuktikan keberagaman yang memerkaya khasnah pengetahuan tentang geografi (dulu disebut ilmu bumi). Soalnya, jangankan siswa SD, SMP atau SMA mahasiswapun bisa tidak mengetahui daerah di luar daerahnya. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun