Perekonomian menjadi motor penggerak roda pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing bangsa menghadapi persaingan global di kancah internasional dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dalam konteks nasional.
Negara-negara maju di dunia ditopang oleh ekonomi yang kokoh yang pada gilirannya menjadi penyumbang pendapatan negara melalui pajak. Pendapatan negara menjadi tulang punggung pembangiunan nasional yang berkelanjutan. Selain ditopang ilmuwan dan inovator kemajuan suatu negara juga erat kaitannya dengan densitas entrepreneur (pengusaha, usahawan atau wirausaha).
Pakar-pakar pun menjadikan entrepreneur sebagai indikator kemajuan sebuah negara. Sebuah negara maju dalam berbagai sektor, khususnya perekonomian, minimal ada dua persen dari seluruh rakyat yang jadi entrepreneur. Singapura mengoleksi entrepreneur sebanyak 7 persen dan Thailand 5 persen (merdeka.com, 4/8-2017).
Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata jumlah entrepreneur di Indonesia di bawah 2 persen. Itu artinya dari aspek perekonomian, dalam hal ini wirausaha, Indonesia belum masuk kategori negara maju.
Berharap agar lulusan perguruan tinggi jadi wirausaha untuk memajukan bangsa ternyata bak bertepuk sebelah tangan. Soalnya, data yang disampaikan oleh Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Bahlil Lahadalia, sangat mengejutkan. Dari  sekitar 5 juta mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia ternyata 83 persen memilih akan jadi karyawan atau pegawai, sedangkan yang bercita-cita jadi wirausaha hanya 4 persen. Sisanya mengatakan akan jadi politisi (merdeka.com, 4/8-2017).
Tentu saja Presiden Jokowi tidak mengada-ada karena dari berbagai kajian enunjukkan di tahun 2045 atau satu abad Indonesia merdeka, Indonesia berpotenti bangkit dari negara berpendapatan menengah ke negara maju. "Potensi kita menjadi negara maju hanya mungkin jika kita punya para inovator di bidang teknologi, sains, dan para entrepreneur di sektor swasta," kata Teten pada acara itu.
Itu artinya anak-anak muda kita diharapkan menciptakan lapangan kerja baru bukan mencari lowongan pekerjaan. Dalam bahasa 'orang awak' dari pada buruh besar lebih baik jadi majikan kecil. Maka, tidak heran kalau mereka memilih berusaha sendiri (majikan) dalam berbagai bentuk, mulai dari pedagang K-5 sampai pengusaha daripada jadi karyawan di perusahaan besar.
Presiden Jokowi merupakan sosok pengusaha yang mengalami pahit-getirnya mengurus perizinan dan jatuh-bangun. Dalam kapasitasnya sebagai presiden Jokowi pun selalu mendorong pemerintah daerah agar memudahkan perizinan. "Kalau usaha gagal, jangan buru-buru pindah. Harus tekuni. Artinya, harus memulai terus," kata Jokowi pada acara Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi (Hipmi PT) se-ASEAN di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 23/5-2016 (detiknews, 23/5-2016).
Dalam kesempatan lain Presiden Jokowi berpesan agar pemerintah harus memberikan keleluasaan untuk eksperimentasi. Presiden mengingatkan, inovasi memerlukan eksperimen. Hal-hal yang baru harus dicoba. Karena itu, startu up tidak boleh atau jangan dicekik dengan regulasi-regulasi yang berlebihan (setkab.go.id, 28/9-2017).
Pemerintah sudah memberikan ruang, kini tinggal anak-anak muda yang didorong agar menyiapkan diri jadi wirausaha. Banyak sektor yang bisa dijadikan sebagai usaha. Di pihak lain pemerintahan Jokowi/JK memberikan lampu hijau untuk kemudahan perizinan dan modal kerja melalui bank.
Sebagai pemula dan pendatang baru anak-anak muda yang menjalankan wirausaha berada pada kategori Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Model-model franchise (wiralaba) sudah banyak digagas anak muda negeri. Mulai dari kripik singkong, brnownies talas, dll. Di awal-awal franchise ini ada seorang pengusaha yang memulai standardisasi yaitu mendiang Sukyatno melalui Es Teler 77. "Semua standar. Warna perabotan, ukuran potongan kelapa muda, dll. Hanya rasa yang berbeda," kata Sukyatno dalam beberapa kesempatan ngobrol. Besar potongan alpukat dari Aceh sampai Papua dan di luar negeri (Malaysia, Brunei, Singapura, dll.) sama, tapi rasanya yang berbeda. Tentu saja karena rasa nangka atau kelapa di Jakarta berbeda dengan yang dipetik di Manado.
Ketika negeri sudah memberikan kesempatan yang luas kepada anak-anak muda untuk berwirausaha, Bank Danamon (PT Bank Danamon Indonesia Tbk) pun hadir untuk memberikan apresiasi dan penghargaan bagi pelaku wirausaha yang sudah turut serta membangun negeri ini. Melalui "Danamon Entrepreneur Awards 2017" (DEA 2017) Bank Danamon memberikan penghargaan untuk beberapa katetgori, yaitu: Small and Medium Enterprise (SME), Entrepreneur atau pengusaha dari segmen usaha kecil menengah (UKM), Social Entrepreneur atau pengusaha yang fokus kepada pemberdayaan masyarakat sekitar, serta Fintech Entrepreneur atau pengusaha dibidang teknologi keuangan (tekfin).
Kategori ini, menurut Atria Rai, Head of Corporate Communications Danamon sekaligus Ketua Penyelenggara "Danamon Entrepreneur Awards 2017" mempertimbangkan dinamika perekonomian di Tanah Air khususnya terkait segmen usaha kecil dan menengah." (danamonawards.org).
Nah, siapa pun yang masuk dalam kategori di atas dianjurkan agar segera mendaftarkan diri. Tidak harus yang bersangkutan, tapi teman, keluarga, sahabat bahkan anggota masyarakat bisa berpartisipasi dengan cara mendaftarkan seseorang yang dinilai sesuai dengan kategori untuk menerima "Danamon Entrepreneur Awards 2017".
Untuk mendaftarkan diri sendiri atau seseorang untuk dinominasikan tidak perlu repot-repot ke Bank Danamon, cukup mengisi formulir nominasi yang tersedia di www.danamonaward.og. Pendaftara sudah dimulai tanggal 22 September 2017 dan dituttup tanggal 20 Oktober 2017.
Selain mendaftarkan masyarakat pun bisa ambil bagian dalam menentukan peraih favorit DEA 2017 melalui voting di website dan media sosial yaitu Facebook Bank Danamon di Twitter Bank Danamon di @danamon mulai tanggal 19 November 2017 -- 5 Desember 2017. Puncak kegiatan DEA 2017 adalah Penganugerahan "Danamon Entrepreneur Awards 2017" yang direncanakan akan diadakan pada tanggal 6 Desember 2017 di Jakarta.
Bagi yang berminat informasi lengkap DEA 2017 dapat dilihat di website resmi DEA 2017 di www.danamonaward.org, akun Facebook dan Twitter Danamon. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H