Ketika seseorang tidak tertarik untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis, bahkan dengan suami atau istri sendiri, ada dimensi orientasi seksual di sana. Secara fisik ada ketertarikan yang bernuansa romantisme, tapi secara seksual tidak ada hasrat dorongan seksual untuk melakukan hubungan seksual. Mereka ini menyebut diri sebagai "ACE" (lambang untuk aseksual).
Kondisi itulah yang dikenal sebagai aseksual. Ketika seseorang tidak tertarik kepada lawan jenis untuk melakukan hubungan seksual. Laporan "BBC Indonesia" ("Mengapa saya tidak ingin berhubungan seks dengan pria yang saya cintai?" yang ditayangkan pada 4/10) menyebutkan diperkirakan antara 1-3 persen populasi manusia termasuk dalam kategori aseksual.
Yang bisa jadi persoalan adalah pasangan bisa berpikiran lain, bahkan kecurigaan tentang perilaku seksual pasangan. Bisa juga sampai pada tuduhan perselingkuhan. Apalagi ditemukan chatting di media sosial tentu saja kian runyam padahal chatting hanya sebatas romantisme atau curhat, bukan tujuan seksual.
Soalnya, ada perempuan (baca: istri) yang merasa hubungan seksual dengan suami sebagai "neraka" karena berbagai faktor, misalnya, sikap suami yang kasar, dll. Ada yang menutup wajahnya dengan bantal ketika sanggama dengan suami dan langsung ke kamar mandi setelah suaminya ejakulasi. Perlu juga studi apakah kondisi-kondisi seperti ini bisa membuat seorang perempuan jadi aseksual.
Tentu saja akan jadi persoalan besar bagi aseksual karena secara umum pernikahan tentulah ada hubungan seksual suami-istri sebagai bagian dari reproduksi yang diharapkan akan meneruskan keturunan. Bagi suku tertentu di Indonesia anak, bahkan harus anak laki-laki, merupakan wujud nyata dari pernikahan. Tuntutan sosial ini tentu saja akan jadi bumerang bagi orang-orang yang aseksual apalagi pasangan tidak menerima kondisi tsb.
Bisa jadi ada juga perempuan yang aseksual berharap mempunyai anak. Dengan teknologi kedokteran tentu saja harapan perempuan-perempuan aseksual itu bisa terwujud yaitu dengan bayi tabung. Proses bayi tabung dikenal dalam berbagai teknik, misalnya, pembuahan di luar kandungan. Ada juga pembuahan di dalam kandungan, dll.
Yang jadi masalah besar adalah apakah laki-laki, misalnya suami, bisa menerima istri yang aseksual lalu menjalani proses bayi tabung? Atau bagaimana kalau dorongan seksual dilakukan dengan cara-cara yang romantis tanpa harus melakukan hubungan serksual?
Tidaklah mudah menjawab pertanyaan itu, apalagi bagi laki-laki yang mengagungkan pola partiarki dengan menempatkan perempuan (baca: istri) sebagai subordinat laki-laki.
Secara biologis dorongan berupa hasrat seksual ada pada diri manusia pada heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Bahkan, ada lagi "sempalan" orientasi seksual yaitu parafilia yakni orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara-cara yang lain. Misalnya, dengan binatang (bestialis), dengan bayi (infantofilia), dengan anak-anak (paedofilia), dengan mayat (nekrofilia), dll.
Namun, pada orang-orang yang aseksual tidak ada dorongan seksual biar pun ada romantisme dengan pasangan sebagai suami-istri atau berpacaran. Dengan kondisi ini tidaklah sepatutnya kita menggiring opini masyarakat untuk menghakimi dan menghukum saudara-saudara kita yang aseksual. *