Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bukan Mengatasi Kemacetan, tapi Ada Opsi Transportasi Bebas Macet

3 September 2017   11:32 Diperbarui: 4 September 2017   17:41 33656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parkir di Stasiun KRL Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, 6/8-2015 (Sumber: Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ketika Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Jokowi/Ahok dimulailah program pembangungan MRT pada jalur Bundaran HI (Jakarta Pusat) -- Lebak Bulus (Jakarta Selatan) yang diharapkan beroperasi tahun 2018. Kemudian dibangun pula LRT (light rail transit) yaitu kereta layang yang akan menjangkau Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) yang dijadwalan akan beroperasi penuh tahun 2019. Manila, Ibu Kota Filipina, memilih LRT sebagai sarana transportasi massal.

LRT di Malina (Sumber: gmanetwork.com)
LRT di Malina (Sumber: gmanetwork.com)
Tentu saja pembangunan MRT ini sudah sangat terlambat karena studi Bank Dunia di tahun 1980-an menyebutkan bahwa sebuah kota dengan penduduk lebih dari 1 juta jiwa sudah wajib menyediakan fasilitas transportasi berupa MRT.  Nah, penduduk Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia jelas di atas 1 juta, tapi tetap mengandalkan angkutan umum, seperti bus kota, angkutan kota, ojek, dll.

Kantong Parkir

Kemacetan jelas secara empiris tidak terjadi di semua ruas jalan raya dan jalan tol dalam kota. Kemacetan terjadi titik-titk tertentu pada waktu tertentu pula. Maka, tidak ada kaitan lansung antara panjang jalan raya dengan kemacetan.

Yang jelas kemacetan yang terjadi di beberapa titik karena erat kaitannya dengan fenomena leher botol. Arus kandaraan bermotor datang dari berbagai arah menuju satu titik yang kian menyempit. Arus justru dari dari luar kota. Itu artinya beban jalan raya di Jakarta bukan semata-mata karena kendaraan warga kota, tapi justru karena kendaraan penglaju (commuter) yang pagi kerja ke Jakarta dan sore pulang ke rumah di luar Jakarta.

Celakanya, kota-kota di seputar Jakarta yang menjadi sumber penglaju sama sekali tidak ikut berperan dalam mengatasi kemacetan di Jakarta. Maka,  MRT, LRT dan Transjakarta dijadikan sarana transportasi di pinggiran Jakarta sebagai titik awal penglaju. Mereka tidak lagi mengendarai kendaraan pribadi ke pusat kota Jakarta tapi mereka memakai MRT, LRT dan Transjakarta. Untuk itulah pemerintah kabupaten dan kota di seputar Jakarta diharapkan menjadikan kantong-kantong parkir bagi warganya yang menyambung perjalanan dengan MRT, LRT atau Transjakarta.

PT KAI melalui KAI Commuter Jabodetabek mulai menyediakan tempat parkir di sepanjang jalur rel commuter line Jakarta-Bekasi, Jakarta-Bogor, Jakarta-Tangerang dan Jakarta-Rangkasbitung (Banten). Penglaju memarkir motor atau mobil di stasiun commuter line terdekat dari rumah mereka. Patut dipertanyakan: Adakah dukungan ril dari pemerintah-pemerintah daerah di sekitar stasiun commuter line itu?

Yang jelas kasat mata sekarang adalah warga yang menyediakan tempat-tempat parkir di dekat pintu-pintu jalan tol dan stasiun KRL. Pembatasan motor dan mobil dari luar kota Jakarta yang masuk ke Jakarta bisa menunjukkan kepedulian pemerintah asal penglaju terhadap warganya. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun