Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Maafkan saya, Kondektur."

1 Juni 2017   10:27 Diperbarui: 3 Juni 2017   19:22 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penumpang di bus Transjakarta (Sumber: youtube.com)

* Di Bus TransJakarta Kalau Ada Penumpang Lansia Berdiri Kondektur Ditegur

“Tapi saya dapat teguran, Pak.” Itulah keluhan seorang laki-laki kondektur bus TransJakarta PGC-Harmoni pada perjalanan Harmoni-PGC setelah hal Kebonpala, Jakarta Timur, pertengahan bulan lalu.

Memang, saya sering menolak tawaran kondektur bus TransJakarta untuk duduk dengan cara meminta penumpang lain berdiri. Soalnya, saya bisa jadi sumber ‘dosa’ kalau penumpang yang disuruh berdiri mengomel atau mengumpat bahkan bisa mencaci-maki di dalam hatinya. Tentu saja saya jadi sasaran.

Kalau memang penumpang yang taat azas yaitu memberikan tempat duduk prioritas kepada yang berhak yaitu lansia, perempuan hamil, perempuan bawa anak dan disabilitas tentu tidak perlu ditegur kondektur.

Di tiga bangku di dekat pintu sudah ada sticker yang menandakan penumpang prioritas di tiga tempat duduk itu. Tapi, celakanya banyak yang duduk di sana sibuk memainkan ponsel, ada pula yang menyender dengan mata tertutup.

Biasanya saya lihat-lihat dulu kalau bangku-bangku prioritas sudah diduduki oleh yang berhak itu artinya kondektur mencari tempat duduk di tempat lain. Nah, ini yang saya hindarkan agar tidak jadi sasaran umpatan dan sumber ‘dosa’.

Tapi, saya pun merasa berdosa kemudian ketika kondektur itu mengeluh. Rupanya, CCTV merekam semua kejadikan di dalam bus sehingga kalau ada lansia, perempuan hamil, perempuan bawa anak dan disablitas yang berdiri itu artinya teguran jadi faktor yang mempengaruhi konditue kondektur.

Belakangan baru saya sadari mengapa air muka kondektur berubah ketika saya menolak tawaran mereka. “Maafkan saya, Kodektur.”

Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian kondektur akan semerta mencari tempat bagi penumpang bertempat duduk prioritas. Itu sudah bagian dari tanggung jawab mereka terhadap penumpang yang mereka sebut sebagai ‘pahlawan’. Celakanya, itu tadi. Tidak semua penumpang memahami hak pemilik tempat duduk prioritas.

Pengalaman saya naik bus TransJakarta sering tidak masuk akal. Yang sering memberikan tempat duduk justru laki-laki yang penampilannya tidak berpendidikan. Selain itu penumpang muda yang kita sebut, maaf, nonpribumi juga sering memberikan tempat duduk kepada saya.

Perlu juga manajemen bus TransJakarta meniru langkah PT KAI Commuter Line yang selalu berulang-ulang memberikan peringatan kepada penumpang KRL tentang gerbong paling depan dan paling belakang yang dikhususkan untuk wanita serta tempat duduk prioritas.

Tentu saja yang bisa memberikan ulasan mengapa banyak penumpang bus dan KRL yang tidak peka sosial adalah sosiolog dan psikolog. Sebagai blogger saya hanya sebatas menyuarakan pengalaman menjadi penumpang bus TransJakarta dan KRL. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun