“Pekanbaru Tinggi Kasus HIV/AIDS, Dewan Minta Calon Pengantin Dites” Ini judul berita di halloriau.com (8/5-2017). Dengan temuan kasus HIV/AIDS pada Januari 2017 sebanyak 16 HIV dan 8 AIDS, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Pekanbaru, Riau, H Marlis Kasim, meminta agar KUA memasukkan tes HIV sebagai syarat untuk perkawinan. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Pekanbaru dilaporkan 448 pada tahun 2016 (antarasumsel.com, 9/5-2017).
Rupanya, Marlis khawatir karena diketahui juga ibu rumah tangga pun menjadi korban HIV/AIDS. Tapi, Marlis tidak memahami bahwa seorang ibu rumah tangga atau istri tertular HIV dari suami bukan karena suaminya sudah mengidap HIV/AIDS sebelum menikah karena bisa saja suami tertular HIV/AIDS justru setelah menikah.
Yang perlu diingat adalah tes HIV bukan vaksin. Artinya, biar pun seorang laki-laki sebagai calon mempelai tidak mengidap HIV/AIDS ketika dinikahkan itu tidak jaminan bahwa suami itu selamanya akan bebas HIV/AIDS.
Jika calon suami terdeteksi mengidap HIV/AIDS, apakah rencana pernikahan dibatalkan? Ini juga jadi soal besar karena menghalangi hak seseorang untuk berkeluarga.
Teknologi kedokteran bisa mencegah penularan HIV dari suami ke istri yaitu dengan memakai kondom setiap kali sanggama. Untuk mendapat keturunan atau anak yang tidak tertular HIV juga bisa dilakukan dengan teknologi kedokteran. Tidak perlu ke luar negeri karena di Indonesia sudah banyak pasangan pengidap HIV/AIDS yang mempunyai anak yang bebas HIV/AIDS.
Bisa saja setelah menikah si suami melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV, seperti:
(a) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah.
(b) Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, misalnya pekerja seks komersial (PSK) atau waria. PSK sendiri dikenal dua tipe yaitu:
-PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
--PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
(c) Bisa jadi ada suami yang biseksual. Selain dengan istri suami juga melakukan seks dengan laki-laki yang dikenal sebagai LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki).
Lagi pula berapa pasangan, sih, yang menikah setiap hari di Kota Pekanbaru?
Coba bandingkan dengan laki-laki yang melakukan perilaku (a) dan (b). Memang, di Kota Pekanbaru tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran, tapi itu tidak jaminan di Kota Pekanbaru tidak ada PSK yang melayani hubungan seksual dengan laki-laki, termasuk laki-laki yang beristri.
Persoalan lain adalah masa jendela yaitu tertular di bawah tiga bulan. Bisa saja ketika tes HIV menjelang pernikahan calon suami baru tertular HIV. Tes HIV dengan ELISA akurata kalau virus (HIV) sudah tiga bulan lebih ada di dalam darah. Tes HIV pada masa jendela bisa menghasilkan negatif palsu (virus sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi) atau positif palsu (virus tidak ada di darah tapi hasil tes reaktif).
Di sisi lain si suami kelak pakai surat keterangan HIV-negatif melalui tes ketika akan menikah jika istrinya terdeteksi mengidap HIV/AIDS dengan menuduh istrinya selingkuh Kasus seperti ini sudah sering terjadi. Suami menuduh istri yang selingkuh ketika istrinya terdeteksi HIV/AIDS melalui tes HIV waktu istrinya hamil.
Jangan pula lupa, calon pengantin wanita pun bisa saja tertular HIV biar pun masih perawan. Misalnya, transfusi darah, seks anal, seks oral atau jarum suntik pada penyalah guna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya).
Kalau penaggulangan HIV/AIDS di Kota Pekanbaru hanya dengan tes HIV terhadap calon pengantin, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yaitu melalui perilaku berisiko (a) dan (b).
Yang bisa diintervensi hanya perilaku berisiko (b) itu pun kalau praktek pelacuran dilokalisir. Laki-laki diharuskan memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Dengan kondisi sekarang dengan praktek pelacuran yang terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu maka tidak bisa ditanggulangi dengan cara yang realistis. Itu artinya penyebaran HIV di Kota Pekanbaru akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI