Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah dan Orang Tua yang Mengeksploitasi Anak-anak

21 April 2017   22:27 Diperbarui: 23 April 2017   00:00 2007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panggung yang dihiasi dengan berbagai pernak-pernik Hari Kartini itu dibuat di beranda sebuah rumah yang disulap jadi tempat belajar anak-anak prasekolah yang dikenal sebagai early childhood care and education(ECCE) yang di Indonesia disebut Pendidikan anak usia dini (PAUD) di Jakarta Timur (21/4).

Celakanya, program ECCE bertolak belakang dengan PAUD. Pendidikan anak usia dini dimaksudkan sebagai upaya mengeluarkan anak-anak dari lingkungan ke keluarga ke lingkungan sosial yang lebih luas dan beragam. Tapi, pada PAUD dan taman kanak-kanak (TK) yang terjadi justru pendidikan formal bak di sekolah.

PAUD dan TK jadi sasaran empuk pelaku usaha karena jumlahnya tidak sedikit. Catatan BPS tahun 2014/2-15 ada 4 358 225 siswa. Ini baru TK di bawah Kemendikbud. Dara Kemendikbud menunjukkan dari 48 juta anak usia dini baru 35 persen yang menjadi murid PAUD.

Catatan Akademis

Lihat saja peringatan Hari Kartini atau hari-hari keagamaan anak-anak ingusan itu sudah melakoni aktivitas orang-orang dewasa. Anak-anak didandani dengan pakaian adat daerah dan aksesoris lain. Anak-anak dilatih melakukan kegiatan ritual agama yang dikerjakan orang dewasa.

Cara-cara itu merupakan bentuk ekspolitasi guru dan orang tua terhadap anak-anak. Kalau saja filosofi pendidikan usia dini dijalankan taat asas, maka anak-anak ditemani bermain dalam dunianya bukan membawa anak-anak ke dunia lain yaitu dunia orang dewasa.

Apakah anak-anak itu mengetahui siapa Kartini? Yang jelas pengetahuan orang tua dan guru dijejalkan ke anak-anak yang butuh bermain bukan belajar formal.

Apakah dengan memberikan materi-materi agama pada anak-anak otomatis setelah dewasa mereka kelak tidak melakukan perbuatan yang melawan ajaran agama? Tentu saja tidak karena latar belakang pelaku kejahatan kriminal dan seksual tidak sedikit yang diwarnai dengan pendidikan agama di masa kecil sampai dewasa.

Seorang guru pendidikan anak usia dini di sebuah sekolah internasional di Jakarta memberikan gambaran yang dilakukan terhadap anak-anak itu yaitu membiarkan mereka bermain dan guru mencatat kegiatan dan perilaku anak-anak (wawanara di tahun 1980-an). Catatan itulah yang jadi bahan evaluasi untuk melihat bakan akademis dan minat anak-anak. Catatan itu akan dilanjutkan di tingkat SD, SMP sampai SMA sehingga bisa jadi rujukan bagi universitas-universitas ternama di Eropa Barat dan Amerika Serikat ketika mencari calon mahasiswa yang potensial.

Maka, ketika kepala sekolah dan guru TK berasaskan agama memanggil orang tua untuk menjelaskan program TK yaitu pelajaran bahasa Inggris. Penulis, sebagai orang tua murid (awal tahun 2000-an), menolak dengan tegas karena tidak ada manfaatnya. Yang terjadi justru beban bagi orang tua. Akibatnya anak saya ‘dikucilkan’ dan saya tidak pernah diberitahu dan diundang kegiatan.

Yang lebih konyol lagi adalah PAUD dan TK mengeluarkan ijazah. Celakanya, SD pun hanya menerima murid kelas satu dengan syarat ada ijazah PAUD dan TK. Itu artinya program di PAUD dan TK kita tidak sejalan dengan filosofi pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yaitu membawa anak-anak ke dunia nyata sehingga tidak sebatas rumah dan orang-orang di rumah saja yang mereka ketahui dan kenali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun