Tembakau jadi isu yang sangat seksi di parlemen. Lihat saja sejak tahun 2009 sudah ada tarik-ulur terkait dengan pengaturan di sektor pertembakauan nasional. Semula ada RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (PDPTK) yang terkait dengan aspek kesehatan yaitu mengendalikan efek buruk tembakau, dalam hal ini rokok, terhadap kesehatan manusia baik perokok aktif maupun yang tidak merokok atau perokok pasif. RUU ini tenggelam dan beberapa tahun kemudian (2013) tiba-tiba nongol usul DARI DPR berupa RUU Pertembakauan yang menjadi salah satu dari 70 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013 di DPR. RUU Pertembakauan sama sekali tidak menjadikan aspek kesehatan sebagai pijakan.
Judul RUU itu saja sudah menimbulkan tanda tanya besar karena tidak jelas sasarannya. Judul peraturan, dalam hal ini UU, harus jelas dan tegas. Dengan menyebut RUU Pertembakauan tidak jelas apa yang akan diatur dalam UU tsb. “Ini jelas sangat janggal dan tidak masuk akal,” kata Julius Ibrani, Advokat Peduli Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia, pada Konferensi Pers Komnas PT (Komite Nasional Pengendalian Tembakau) di Jakarta (6/3-2017)
Pemunculan RUU Petembakauan sendiri tidak sesuai ketentuan karena tidak ada nama anggota dewan atau fraksi sebagai pengusul. “Ini tidak lazim,” ujar Julius. Itulah sebabnya Julius melihat banyak kejanggalan dalam proses pemunculan RUU ini. Dikabarkan biar pun sudah ada dalam anggaran tidak mudah untuk melakukan kegiatan terkait pembahasan sebuah RUU, tapi terkait dengan RUU Pertembakauan biar pun belum masuk dalam mata anggaran berbagai kegiatan terkait dengan pembahasan RUU sudah berjalan.
Sejak dari awal sudah tidak lazim, terbukti pasal demi pasal pun tidak pula lazim karena sama sekali tidak memperdulikan aspek-aspek kesehatan dan harkat hidup petani tembakau. Karena tembakau dan produk tembakau erat kaitannya dengan kesehatan, maka leading sector ada di tangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, tapi Kemenkes mengundurkan diri. Muncullah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai leading sector.
Di pihak lain hal ini menimbulkan kecurigaan, ada apa gerangan dengan RUU Pertembakauan?
Merujuk pada catatan Corporate Accountability International Report yang menyebutkan bahwa industri rokok memakai strategi intervensi, seperti menggagalkan kebijakan sebuah negara terkait dengan rokok, memanfaatkan celah-celah di legislatif, termasuk menyuap atau menyogok anggota legislatif. Proses legislasi tentang tembakau di DPR berjalan dengan banyak kejanggalan. Misalnya, RUU Kesehatan tahun 1992 dan 2009 dan kasus ‘ayat hilang’. Kejanggalan juga terjadi pada RUU Pertembakauan dari segi prosedur dan substansi. Bertolak dari carut-marut prosedur dan substansi RUU Pertembakauan, Julius menduga industri rokok melakukan intervensi pada tingkat pembahasan di kementerian.
Dari aspek kesehatan nikotin yang terkandung dalam tembakau merupakan zat adiktif yaitu zat yang membuat ketergantungan bagi orang-orang yang merokok. Ketika sampai pada tahap kecanduan perokok pun lebih mementingkan membeli rokok daripada membeli kebutuhan pokok, biaya kesehatan dan biaya pendidikan.
Lahan Menyusut