* Dalam jumlah yang bisa ditularkan (virus) HIV ada di ASI ....
Ada anekdot yang menunjukkan perilaku sebagian laki-laki dewasa (baca: suami): Dikabarkan bayi-bayi sekarang lebih suka minum susu bubuk atau susu formula karena puting susu itunya bau liur atau rokok. Maka, kian hari kian banyak bayi yang tampak ‘kurang gizi’, sementara si ayah segar bugar karena minum susu segar (baca: air susu ibu/ASI).
Ada lagi kisah lain. Seorang laki-laki dewasa memuji-muji seorang gadis dengan mengatakan gadis itu persis sama dengan ibunya sambil merinci hal-hal yang dia sebutkan sama tadi. Bisa jadi maksud laki-laki itu sebagai pujian dab sanjungan agar si gadis lebih tertarik kepadanya.
Tapi, apa tanggapan gadis itu?
Bisa saja ada di antara kita yang beranggapan bawah gadis itu akan tersanjung dan kian senang kepada laki-laki tsb. Tapi, anggapan itu sirna karena gadis itu rupanya paham soal hukum pernikahan di agama Islam: “Bang, kalau abang menempatkan saya sebagai ibu abang itu artinya kita tidak boleh menikah.” Si gadis menjelaskan bahwa haram menikah dengan ibu kandung. Bagi si gadis dia sudah ada pada posisi ibu kandung laki-laki tadi.
Laki-laki tadi mati kutu. Harapannya untuk menyunting gadis itu sirna sudah. Ini benar-benar pengalaman seorang teman dan hal itu terjadi di ruang publik di depan teman-teman mereka berdua. Kejadian di awal tahun 1980-an di Kota Medan. Sumut.
Begitu juga dengan perempuan yang memberikan ASI kepada laki-laki, maka perempuan itu merupakan ibu susu dari laki-laki tsb. Karena ibu susu, maka mereka tidak boleh saling menikah. Ibu susu adalah perempuan yang memberikan ASI-nya kepada anak laki-laki atau perempuan sebagai makanan utama pada usianya.
Memang, bisa jadi muncul perdebatan karena dalam kaitan ibu susu ASI diberikan sebagai pengganti ASI ibu kandung pada tahap si anak hidup dengan air susu. Sedangkan kasus yang terjadi adalah ASI diminum oleh laki-laki dewasa yang bukan sebagai (pengganti) makanan.
Namun, ada masalah yang mendasar yaitu ASI terminum oleh suami atau pacar tidak hanya sekali, tapi bisa jadi berkali-kali. Nah, dalam kondisi ini tentu ada pertanyaan: Berapa kali minum ASI baru bisa disebut menyusui dalam konteks ASI sebagai makanan?
Kasus lain terkait ASI adalah penularan HIV/AIDS. HIV dalam jumlah yang bisa ditularkan al. ada di ASI. Seorang pembaca Harian “Priangan”, Tasikmalaya, Jabar, mengirim surat kepada penulis sebagai pengasuh rubrik “Konsultasi HIV/AIDS” di koran itu di tahun 1990-an. Pengirim bertanya apakah dia bisa tertular HIV kalau terminum ASI pekerja seks komersial (PSK). Laki-laki itu khawatir karena beberapa pekan setelah melakukan hubungan seksual dengan PSK itu diperole kabar bahwa PSK itu mengidap HIV/AIDS.
Secara teoritis ada risiko penularan HIV karena di ASI PSK tadi ada HIV dalam jumlah yang bisa ditularkan. Tapi, soal apakah laki-laki itu sudah tertular hanya bisa diketahui melalui tes HIV tiga bulan kemudian. Dengan jawaban seperti ini laki-laki itu beberapa kali menelepon dengan pertanyaan yang sama: Apakah saya sudah tertular HIV?