Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anda Bisa Tiru Cara Keluarga Jepang Ini Lakukan Edukasi Seks

22 Februari 2017   15:40 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:28 2469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatuhari seorang anak perempuan, usia SD, bertanya kepada sepupunya, lulus SMA,  mengapa tidak salat. “Oh, lagi mens, ya, Mbak,” kata si anak dengan enteng.

Apa yang terjadi kemudian? Anak tadi dia marahi sambil memberikan ‘wejangan’ bahwa informasi tentang menstruasi itu tabu. Tapi, si anak tidak merasa bersalah karena ayahnya sudah memberikan penjelasan yang akurat tentang seksualigas yang sesuai dengan usianya.

Ketika belajar di kelas 3 sebuah SMP nun di Kota Padangsidimpuan, di bagian selatan Sumatera Utara, akhir tahun 1960-an seorang siswi merah padam mukanya dan teman-temannya berusaha mengelilingi siswi tadi agar roknya yang memerah tidak terlihat. Rupanya, siswi itu pertama kali menstruasi.

Mimpi Basah

Dua kejadian itu menunjukkan pemahaman terhadap seksualitas, dalam hal ini menstruasi, yang sangat rendah.

Pertama, mens bukan aib karena itu menunjukkan kesehatan. Jika tidak mens secara teratur kemungkinan hamil atau ada kelainan metabolisme tubuh.

Kedua, anak-anak perempuan tidak dipersiapkan menghadapi menstruasi sehingga ketika terjadi mereka bingung, ketakuatan, dll.

Begitu juga dengan anak laki-laki karena tidak dibelaki dengan informasi tentang seksualitas maka banyak yang bingung ketika pertama kali mengalami ‘mimpi basah’. Celakanya, kalau mereka bertanya ke orang yang lebih tua bisa jadi jawaban yang menyesatkan. Misalnya, disebutkan bahwa kalau sudah ‘mimpi basah’, maka harus disalurkan melalui hubungan seksual. Inilah salah satu faktor yang mendorong remaja ngeseks dengan pekerja seks komersial (PSK) dan waria.

Maka, insiden ‘penyakit kelamin’ (disebut IMS yaitu infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, dll.) di kalangan remaja pun sering terdeteksi karena mereka tidak mengetahui cara-cara mencegah penularan IMS. Bahkan, bisa jadi mereka tertular HIV/AIDS.

Masalah (pendidikan) seksualitas kembali menghangat ketika dalam buku “Aku Berani Tidur Sendiri” ada gambar dengan narasi yang mengarah ke onani. Reaksi keras pun muncul dari berbagai kalangan yang bermuara pada penarikan buku. Tentu saja cara ini tidak menyelesaikan masalah karena sekarang informasi seks, bahkan video hubungan seksual dengan mudah dicari di Internet. Tidak harus pakai PC atau laptop, tapi cukup dengan telepon genggam sudah bisa ditonton adegan sanggama.

Yang jadi masalah besar adalah remaja yang tertular IMS akan mencari pengobatan sendiri dengan membeli obat antibiotik di pedagang obat K-5. Celakanya, obat antibiotik yang ditawarkan tidak cocok untuk semua IMS sehingga remaja-remaja itu mengalami efek buruk, seperti deman yang berkepanjangan, rambut rontok, dll. Pernah kejadikan seorang remaja yang demam tidak sembuh-sembuh biar pun sudah minum obat. Orang tuanya membawa si remaja ke rumah sakit. Orang tua remaja tadi kaget bukan alang kepalang. Bak petir di siang boleh mereka kaget mendengar keterangan dokter bahwa putra mereka tertular sifilis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun