Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Debat Calon Kepala Daerah Menyisakan Derita yang Membelenggu Warga

17 Februari 2017   10:21 Diperbarui: 17 Februari 2017   10:55 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: The Zeroth Position)

Dalam realitas terkait pelacuran dikenal dua tipe PSK yaitu:

1. PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

2. PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.

Narkoba

Di Manokwari, Papua Barat, misalnya, ada peraturan tak tertulis, seperti yang pernah dikatakan oleh seorang PSK di lokasi pelacuran ‘Maruni 55’, sekitar dua jam dengan kendaraan bermotor dari Manokwari, bahwa ‘pelacur Jawa’ harus praktek dilokalisasi, sedangkan ‘pelacur Manado’ boleh praktek di hotel. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada laki-laki yang ngeseks dengan PSK di hotel karena tidak ada advokasi untuk memakai kondom seperti di ‘Maruni 55’ [AIDS di Manokwari, Papua Barat: ‘Praktek’ Pekerja Seks Komersial (PSK) Dikapling].

Di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, lokasi pelacuran Tanjung ‘turki’ Elmo di jalan raya Jayapura-Bandara Sentani,  sudah ditutup sehingga transaski seks terjdi di sembarang tempat yang tidak lagi bisa dijangkau. Akibatnya, advokasi pemakaian kondom pun tidak ada lagi. Ini artinya penyebaran ‘penyakit kelamin’ dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya yang selanjutnya ke masyarakat akan terus terjadi. Pada saatnya ‘ledakan AIDS’ akan terjadi di banyak daerah yang tidak menjalankan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret.

Di daerah lain tidak ada lokasi pelacuran, tapi itu tidak jaminan bahwa di dearah tsb. tidak ada praktek pelacuran dan transaksi seks berisiko. Praktek pelacuran tetap terjadi dalam berbagai bentuk setiap saat di sembarang tempat.

Persoalan lain yang tidak muncul dalam debat adalah mencegah penyalahgunaan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya), terutama pemakaian dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergantian. Selain dampak narkoba terhadap kesehatan hal ini juga menjadi mata rantai penyebaran virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV/AIDS. Ada langkah pemerintah yaitu dengan subsitusi metadon atau narkoba sintetis. Ini mencegah penyebaran penyakit karena mereka tidak lagi memakai jarum suntik. Metadon diminum dengan efek yang sama dengan narkoba sehingga meningkatkan kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit.

Sebagai calon kepala daerah tentulah amat pantas dan layak ada pertanyaan tentang cara atau langkah mereka dalam menanggulangi penyebaran TB, ‘penyakit kelamin’, penyalahgunaan narkoba, dan HIV/AIDS secara konkret. Memang, ada materi narkoba tapi penjelasan paslon hanya pada ranah moral sehingga tidak menyentuh akar persoalan.

Sangat disayangkan tidak ada materi debat terkait dengan penanggulangan penyakit dan penyalahgunaan narkoba yang kelak justru akan jadi beban keuangan daerah mereka. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun