Belakangan ini aksi penolakan terhadap LGBT, terutama mengatasnamakan agama, terus bergulir. Tapi, satu hal yang luput dari perhatian banyak orang, terutama yang tidak memakai nalar, adalah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) ada dalam pikiran kecuali waria yang tampak secara fisik.
Maka, amatlah naif melarang dan menolak pikiran (orang) terhadap LGBT karena tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan tidak terwujud secara fisik, kecuali waria.Â
Perilaku homoseksual lesbian dan gay, misalnya, bisa saja muncul ketika sesama jenis berada di satu tempat dalam waktu yang lama atau ada di suatu tempat yang jauh dari permukiman.
Seks Oral
Sekolah yang dahulu memisahkan gedung untuk murid laki-laki dan perempuan mulai berbalik arah karena ada indikasi di kalangan murid terjadi dorongan ke arah homoseksual.Â
Celakanya, ada pula yang baru mulai menjalankan program pendidikan dengan memisahkan gedung sekolah untuk laki-laki dari perempuan dengan alasan mencegah perilaku seks sebelum menikah.
Yang dilarang bukan orientasi seksual, karena hal ini ada di pikiran, tapi organisasi resmi yang tidak diberikan izin. Termasuk melarang pernikahan sejenis. Tapi, karena pemahaman banyak orang terkait dengan LGBT didasari pada informasi yang tidak akurat dan selalu dibenturkan ke agama membuat banyak orang tidak memahami LGBT sebagai orientasi seksual.
Mereka terperangkap dalam pemahaman yang keliru yang digiring ke kegelapan seolah-olah LGBT itu adalah wujud fisik dan tergabung dalam satu organisasi atau perkumpulan. Ini yang keliru. Bukan hanya di Indonesia, tapi di banyak negara hal inilah yang terjadi.
Padahal, bisa saja orang-orang yang berteriak-terikan anti-LBGT justru tanpa disadarinya dia mempraktekkan perilaku seksual LGBT, seperti seks oral dan seks anal, bahkan dalam ikatan pernikahan yang sah secara hukum dan agama.
Tapi, karena kalangan heteroseksual yang mempraktekkan perilaku seksual LGBT bukan anggota LGBT, mereka pun merasa aman-aman saja melakukan seks oral dan seks anal dengan pasangannya.
Gejala yang mengkhawatirkan adalah perilak remaja-remaja yang pacaran. Mereka mencari ‘seks aman’ dengan melakukan seks oral dan/atau seks anal untuk menghidari kehamilan. Dari aspek ‘keamanan’, sih, boleh-boleh saja, tapi jika disimak dari aspek seksualitas gejala ini bisa membiasakan mereka melalukan perilaku seksual LGBT.
Di salah satu daerah di Indonesia sebagian remaja memilih ‘berteman’ sesama jenis karena kalau dengan berlainan jenis akan ditangkap. Dalam beberapa kesempatan ke daerah itu penulis melihat remaja putra duduk seperti layaknya remaja yang sedang pacaran di tempat-tempat yang menyediakan minuman dan makanan di malam hari.Â
Dari perbincangan tergambar bahwa mereka kecewa tidak bisa berduan dengan lawan jenis karena dilarang. Karena tidak ada pilihan, maka mereka pun berkumpul sesama jenis sebagai teman bercengkerama sambil menikmati kopi dan makanan ringan di malam hari.
Tidak semua istri dan perempuan rela melakukan seks oral (mengoral), tapi bisa saja terjadi tekanan dan paksaan dari pasangannya. Seperti yang dialami penyanyi dangdut ini: Menolak Oral Seks, Artis Dangdut Dianiaya. Dianiaya sampai babak belur, artis dangdut (asal Bogor, Jabar-pen.) adukan pengusaha otomotif yang juga pacarnya ke polisi.Â
Dalam laporannya, korban menyebutkan motif pelaku memukuli dirinya lantaran kesal setelah korban menolak untuk melakukan oral seks (poskotanews.com, 29/5-2014). Atau nasib siswi di Medan ini yang dicekik pacarnya, seorang mahasiswa, karena menolak ajakan pacar untuk lakukan seks oral (daerah.sindonews.com, 30/4-2015).
Paling tidak kasus-kasus tsb. menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa bukan LGBT juga gemar melakukan perilaku seksual LGBT. Pasangan suami-istri berdalih membutuhkan variasi dalam hubungan seksual sehingga melakukan seks oral dan seks anal serta posisi ‘69’. Ini ‘kan perilaku seksual pada homoseksual.Â
Tapi, karena yang melakukan kalangan heteroseksual maka tidak dianggap sebagai perilaku seks yang menyimpang seperti yang ditimpakan kepada LGBT.
Padahal, seks orang, dikenal juga sebagai blow job, juga berbahaya karena bisa jadi faktor risiko penularan penyakit-penyakit infeksi menular seksual (IMS), seperti kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), virus hepatitis B, virus kanker seviks, dll.
Seorang laki-laki yang mengidap GO atau sifilis ada luka-luka dan nanah di penisnya. Bakteri penyebab GO dan sifilis itu pun bisa menginfeksi rongga mulut dan kerongkongan yang mengoral (fellatio). Atau seorang perempuan yang mengidap GO, sifilis, klamidia, atau jengger ayam tentulah berisiko bagi laki-laki yang melakukan seks oral ke vagina perempuan tsb (cunnilingus).
Risiko IMS dan penularan HIV melalui seks oral (dikenal sebagai ‘BJ’ - blow job):
Fellatio yaitu penis dirangsang melalui mulut dengan bibir dan lidah: risiko terbesar ada pada perempuan yang mengoral karena kalau air mani tumpah di rongga mulut mengandung HIV, sifilis, GO, dll. ada risiko penularan ke perempuan jika ada luka-luka atau infeksi di rongga mulut korongkongan, dan gusi. Laki-laki yang dioral juga ada risiko tertular penyakit yang ada di air ludah.
Cunnilingus yaitu vagina dirangsang oleh laki-laki dengan mulut memakai bibir dan lidah. HIV ada di cairan vagina, maka ada risiko penularan HIV jika ada luka-luka di bibir dan lidah laki-laki yang melakukan cunnilingus
Informasi ini tidak jadi halangan bagi sebagai orang untuk melakukan seks oral dan seks anal yang berisiko menularkan penyakit karena mereka merasa bukan LGBT. Maka, janganlah kaget kelak kalau remaja putri terdeteksi mengidap IMS atau kanker kerongkongan. Bisa jadi tertular melalui seks oral atau seks anal atau kedu-duanya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H