Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pidana Sosial bagi Anak-anak dan Remaja Pelempar Kereta Api

9 Januari 2017   05:45 Diperbarui: 9 Januari 2017   23:56 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam salah satu perjalan dengan kereta api (KA), ketika KA Patas Ekonomi tanpa pendingin ruangan (AC), dari Merak (Banteng) ke Duri (Jakarta Barat) menjelang Sta Parung Panjang tiba-tiba seorang remaja yang memakai pakaian sekolah SMA menjerit kesakitan. Darah mengucur dari keningnya. Di luar sana, sebelah kiri arah laju KA, anak-anak bersorak-sorai sambil melemparkan batu ke arah KA yang sedang berjalan.

“Aduh, Pak. Sering sekali terjadi korban lemparan batu,” kata seorang penumpang setia KA itu karena murah. Bayangkan, jarak Merak-Duri (Jakarta) sekarang saja hanya Rp 8.000. Memang, sejak ada reformasi di PT KAI yaitu menggantikan Polsuska dengan polisi serta semua KA berpendingin ruangan risiko terkena lemparan batu sudah sangat kecil karena semua jendela tertutup. Tapi, tetap saja berisiko karena tiba-tiba barrrrrrrrrr ..... kaca terkena lemparan batu.

Jalur KA Jakarta-Merak sangat rawan lemparan batu. Begitu juga pada jalur Cikampek-Purwakarta (Jawa Barat), dan beberapa rusa jalur KA ke Jawa serta KRL Bekas-Jakarta. Seorang masisni KRL terpaksa diangkat bola matanya karena kena lemparan batu. Ketika pelempar ditangkap ternyata anak-anak.

Timbul tanda tanya besar: Mengapa dan untuk apa, sih, anak-anak dan orang dewasa melempar KA yang berjalan dengan batu?

Kalau merasa terganggu, ya, pindah saja karena jarak sumbu rel ke permukiman diatur 100 meter. Ini untuk keamaman dan kenyamanan penduduk, tapi justru penduduk yang mendirikan bangunan di lahan yang menjadi penyangga rel KA itu. Bahkan, ada yang hanya berjarak sekitar 1 meter dari jalur KA.

Maka, berita “Lempar Kereta Api Dengan Batu, 6 Siswa di Banyumas Ditangkap” (detiknews, 6/1-2017) sangat aktual karena menyangkut keselamatan penumpang KA dan perilaku buruk pelempar KA yang bisa jadi cikal-bakal perilaku beringas untuk akhirnya jadi ‘preman’.

Karena negara sudah menerbitkan UU yang tidak membenarkan anak-anak di bawah usia 18 tahun dihukum penjara, maka perlu dipikirkan hukuman lain karena jika tidak dihukum merupakan perbuatan yang melawan hukum karena mengabaikan keselamatan orang lain, dalam hal ini penumpang KA.  Kalau hanya dengan ‘hukuman’ teguran dan dikembalikan ke orang tua niscaya hal itu tidak akan membuat jera pelempar KA.

Bisa saja kelak anak-anak dan remaja pelempar KA itu pun menempatkan diri sebagai ‘jagoan’ karena lolos dari hukuman pidana. Ketika dewasa mereka terbawa kebiasaan dan melempar KA. Tentu saja daya dobrak batu yang dilemparkan orang dewasa akan jauh lebih besar tinimbang lemparan anak-anak.

Salah satu bentuk hukuman yang tepat adalah pidana sosial. Pelempar KA diwajibkan bekerja di stasiun atau ikut perjalanan KA, seperti membersihkan peron dan WC atau mencici gerbong KA. Jika mereka sekolah dipilih waktu liburan. Tapi, mereka memakai rompi khusus dengan tulisan besar: “Saya Menjalani Hukuman Sosial karena Melempar KA”. Mereka tidak kerja cuma-cuma karena disedikan juga ‘uang lelah’ selama menjalani hukuman sosial.

Yang ikut perjalanan KA mungkin saja akan mengalami lemparan batu sehingga dia bisa merasakan ketakutan, atau ketika sedang memberishkan WC gerbong ada yang memukul jendela. Dengan pengalaman empiris itu diharapkan mereka bisa bercerita kepada teman-temannya tentang ketakutan penumpang jika ada lemparan batu.

Yang tidak masuk akal adalah warga sekitar tempat anak-anak itu melempar KA, bahkan ada juga di sana orang tua mereka, seakan-akan membiarkan anak-anak melakukan ulah yang membahayakan orang lain itu. Atau karena tidak ada pernyataan moral bahwa melempar KA dilarang sehingga ada orang tua yang membiarkan anaknya melempar KA yang bisa saja mencelakai orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun