Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mencegah Diabetes di Hulu

1 November 2016   12:43 Diperbarui: 1 November 2016   13:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Diabetes Sedunia (World Diabetes Day) yang diprakarsai oleh International Diabetes Federation (IDF) dan World Health Organization (WHO) diperingati tiap tanggal 14 November sejak tahun 1991 sebagai upaya menggalang perhatian masyarakat dunia terhadap diabetes yang terus meningkat jumlah kasusnya. Tanggal ini dipilih karena merupakan tanggal kelahiran Frederick Banting yang menemukan insulin pada tahun 1922 bersama Charles Best.

Upaya menarik perhatian masyarakat dunia terkait dengan penyakit diabetes melitus jadi penting artinya karena penyakit ini bisa dicegah dengan cara-cara yang sangat realistis dan bisa dilakukan oleh setiap orang. Artinya, seperti dikatakan oleh Prof Dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, pakar kesehatan masyarakat di FKM UI, sebagai penyakit degeneratif diabetes bisa ditangani di hulu sebelum seseorang mengidap penyakit tsb., maka pemerintah perlu melakukan survailans agar bisa diketahui penyakit-penyakit degenerartif (tidak menular) yang akan diderita setiap orang. Jadi, “Jangan ditunggu sampai mereka sakit karena akan memerlukan biaya yang besar kalau sudah dirawat dan harus makan obat seumur hidup,” kata Prof Ascobat mengingatkan (baranews.co, 29/9-2014).

Prevalensi Diabetes

Diabetes melitus, yang dikenal luas dengan penyakit kencing manis atau penyakit gula, sebagai penyakit yang terkait dengan kadar gula yang tinggi di dalam darah karena gangguan metabolisme akibat pankreas tidak memproduksi insulin atau tubuh tidak bisa menggunakan insulin (hormon yang mengatur kadar gula darah) secara efektif sehingga konsentrasi gula di dalam darah meningkat (hiperglikemia).

Diabetes serta penyakit komplikasinya menjadi penyebab kematian nomor tiga di Indonesia berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Sample Registration Survey 2014. Laporan International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan jumlah kasus diabetes di Indonesia diperkirakan sekitar 10 juta. Angka ini menempatkan Indoensia pada peringkat ketujuh di dunia dalam jumlah kasus diabetes.

Data di atas tentulah bertolak belakang dengan harapan banyak orang untuk hidup sehat. Sun Life Asia Health Index melakukan penelitian di sembilan negara Asia, yaitu Cina, Filipina, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam tahun 2015 tentang pandangan warga berusia 25-60 tahun tentang hidup sehat dan kesehatan yang jadi perhatian di masa depan. Penelitian serupa tahun 2014 menunjukkan 29 persen warga Indonesia yang jadi responden online penelitian tsb. kesehatan menjadi hal yang sangat penting bagi mereka.

Hal yang menggembirakan tampak pada hasil penelitian tahun 2015 yaitu ada peningkatkan harapan warga Indonesia yang ingin hidup sehat naik 44 persen menjadi 73 persen. Peningkatkan ini terbesar di antara 9 negara Asia yang dijadikan sampel penelitian. Dari penelitian itu juga diperoleh keluhan warga terkait dengan kesehatan yaitu penyakit jantung, diabetes dan pernapasan.

Terkait dengan diabetes data Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyebutkan 1 dari 10 penduduk dunia umur 18 tahun ke atas menderita penyakit diabetes tipe A. Sedangkan di Indonesia prevalensi diabetes melitus pada umur 15 tahun ke atas sebesar 1,5 – 2,3 persen. Terbesar di daerah perkortaan. Sedangkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk berumur 25-64 tahun Pulau Jawa dan Pulau Bali sebesar 7,5 persen (infoDatin Kemenkes RI, 2014).

Sumber Grarfis: depkes.go.id
Sumber Grarfis: depkes.go.id
Diabetes dan komplikasinya juga menjadi penyebab kematian besar di Indonesia yang menempati peringkat ketiga sebesar 6,7 persen. Maka diperlukan langkah-langkah yang konkret di hulu agar tidak banyak warga yang kelak menderita penyakit diabetes melitus. Dalam bahasa lain Prof Ascobat melihat perlu membalik pradigma berpikir masyarakt terkait dengan pola hidup. “Kurangi 3 G dan tingkatkan 1 O,” ujar Prof Ascobat. 3 G adalah garam, gula dan gajih (lemak), sedangkan O adalah olahraga.

Untuk menanggulangi kesehatan Prof Ascobat berharap ada perubahan besar terkait dengan puskesmas (pusat kesehatan masyarakat). Pada awalnya puskesmas dibangun sebagai ujung tombak untuk promosi dan pencegahan penyakit, tapi sepanjang perjalanannya justru berubah menjadi kuratif (pengobatan). Bahkan, ada puskesmas yang menyediakan rawat inap. “Kita harus kembalikan fungsi puskesmas menjadi ujung tombak yang mendidik masyarakat agar berperilaku sehat,” pinta Prof Ascobat.

Prof Ascobat berharap pemerintahan menyiapkan tenaga di puskesmas dengan kemampuan sosialisasi yang handal agar informasi tentang kesehatan bisa diterima masyarakat dengan akurat. Penyuluhan dilihat Prof Ascobat sangat penting karena diperlukan usaha untuk mendorong masyarakat memperbaiki pola hidup masyarakat, terutama terkait dengan upaya pencegahan penyakit.

Pandangan Prof Ascobat itu dapat dilihat dari kasus-kasus diabetes yang ditangani pada tahap lanjut karena ketidaktahuan dan keterbatasan fasilitas kesehatan. Selain tidak mengetahui menderita diabetes, jumlah tersebut juga diperparah dengan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat atau sudah komplikasi.

"Sebagian besar penderita diabetes mengunjungi dokter dalam keadaan kronis. Akibatnya, penderita diabetes tidak terdiagnosis dan tidak diobati hingga mengakibatkan komplikasi berat seperti retinopati, penyakit ginjal, stroke, serangan jantung dan kematian dini," papar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. H. M. Subuh, MPPM (kompas.com, 18/4-2016).

Gejala Klasik

Peranan doker di puskesmas sebagai ujung tombak sosialasi penyakit, dalam hal ini diabetes, jadi penting karena WHO memperkirakan jumlah penderita DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat secara signifikan hingga 21,3 juta orang pada tahun 2030 mendatang. “Lebih dari 60 persen pengidap diabetes tidak sadar kalau terkena diabetes. Kebanyakan datang ke dokter sudah dalam kondisi komplikasi,” ungkap Ahli Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran (FK) UGM, dr. R. Bowo Pramono, Sp.PD.KEMD(K) (www.ugm.ac.id,  6/4-2016).

Dengan kondisi 60 persen pengidap diabetes tidak menyadarinya, maka perlu ditingkatkan upaya sosialisasi penyakit diabetes agar orang-orang dengan gejala-gejala tertentu bisa ditangani sedini mungkin. Bowo menyebutkan ada gejala klasik diabetes yang dikenal dengan istilah 3 P, yaitu poliuri atau sering buang air kecil, polifagi atau sering merasa lapar, dan polidipsi atau sering merasa haus. Diabetes juga sering ditandai dengan penurunan berat badan tanpa disertai dengan sebab yang jelas.

Ada kesan yang salah terhadap gaya hidup enggan bergerak atau tidak aktif secara fisik yaitu sering dikaitkan dengan warga kota. Padahal, seperti dikatakan oleh Direktur Institut Diabetes Indonesia (INDINA), Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, SpPd-KEMD, FACE, di era modern ini juga membuat orang yang tinggal di desa rentan kena diabetes. "Dulu, mereka mau ke sawah jalan kaki, sekarang naik sepeda motor. Makan tetap banyak, tetapi aktivitas fisik semakin berkurang," kata Sidarta dalam diskusi di Jakarta (29/4/2016).

Menurut Sidarta, orang yang tinggal di perkotaan justru mulai sadar dengan gaya hidup sehat. Apalagi, di kota tersedia sarana olahraga seperti gym dan mulai banyak pilihan makanan sehat. Di pedesaan, sarana olahraga itu tidak ada (kompas.com, 29/4-2016).

Selain kurang gerak survei Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) di salah satu daerah di Jawa Timur menunjukkan warga minum kopi yang kental sehingga diperlukan gula yang banyak. "Di sana mereka ngopi, pakai gulanya banyak banget. Mereka bisa minum kopi 10 cangkir per hari," kata Direktur Program CISDI Anindita Sitepu (kompas.com, 29/4-2016).

Karena gaya hidup dan pola makan itu pulalah agaknya yang menjadi faktor pemicu kasus diabetes di Indonesia sehingga prevalensinya terus naik. Prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia menunjukan kecenderungan meningkat, yaitu dari 5,7 persen tahun 2007 naik jadi 6,9 persen di tahun 2013. Dikutip dari data yang dirilis Kementerian Kesehatan RI, 2/3 diabetesi (sebutan untuk penderita diabates) di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes (kompas.com, 18/4-2016).

Salah satu pola hidup yang perlu direformasi terkait dengan upaya penanggulangan penyakit diabetes  adalah keengganan untuk bergerak, seperti berjalan kaki, jogging, renang, naik sepeda, dll. Pola ada gaya hidup yang tidak aktif disebutkan oleh peneliti, setiap tahun menyebabkan 5 juta kamatian dengan kerugian mencapai 67,5 miliar dolar AS (VOA Indonesia, 29/7-2016). Lebih lanjut peneliti mengatakah bahwa gaya hidup tidak aktif dikaitkan dengan peningkatan risiko sakit jantung, diabetes dan kanker.

Ulf Ekelund, profesor di Norwegian School of Sports Sciences dan Cambridge University, mengatakan bahwa rekomendasi  WHO untuk berolahraga moderat setidaknya 1,5 jam per minggu barangkali tidak cukup. Seperempat orang dewasa di dunia bahkan tidak memenuhi rekomendasi WHO tersebut. "Tidak perlu berolahraga atau ke gym... tapi setidaknya perlu (bergerak) satu jam per hari," ujarnya sambil menyebut contoh berjalan kaki pada kecepatan 5,6 kilometer per jam atau bersepeda 16 kilometer per jam (VOA Indonesia, 29/7-2016).

Bagi Sun Life Financial Indonesia (Sun Life) adalah penting untuk menyebarluaskan informasi tentang upaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar memahami gejala dan cara mencegah penyakit diabetes. Sejalan dengan itu Sun Life berharap informasi akan mendorong pola hidup sehat di masyarakat agar terhindar dari diabetes sehingga banyak nyawa yang tertolong dan kesehatan serta kebugaran warga meningkat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun