Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kian Marak, Mengejar dan Mencari Kekayaan dengan “Cara (yang) Lain”

3 Oktober 2016   11:29 Diperbarui: 3 Oktober 2016   13:48 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain memelihara pesugihan ada lagi cara-cara lain, seperti ritual hubungan seksual di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Tapi, belakangan yang jadi pasangan ritual justru pekerja seks yang sengaja ke sana cari uang. Padahal, pada awalnya adalah orang-orang yang saling tidak kenal yang sama-sama setujuan mencari pesugihan yang ditandai dengan hubungan seksual antara mereka. Ada lagi pesugihandi  Gunung Kawi, Jawa Timur, dengan tumbal ‘roh’ anak atau kerabat. Ada lagi di Parangtritis, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, dan Gunung Gede di Jawa Barat.

Ada pula yang bisa menjadikan daun tumbuhan tertentu, seperti daun nangka, berubah jadi uang. Tapi, ini hanya bersifat sementara dan ilmu ini hanya boleh dipakai jika dapat kondisi terpaksa. Misalnya, kecopetan atau kehabisan uang dalam perjalanan. Celakanya, ilmu ini justru disalahgunakan untuk mencari kekayaan. Seorang pedagang sayur dekat rumah di bilanan Pisangan Timur, Jakarta Timur, berkaca-kaca matanya ketika menceritakan seorang laki-laki naik sepeda motor membeli sebungkus rokok seharga Rp 15.000 dengan uang pecahan Rp 100.000. Ibu tua itu mengembalian uang Rp 85.000. Beberapa saat kemudian ibu itu melihat daun nangka di tempat uang dagangannya. Itu artinya ibu ini rugi Rp 100.000 yaitu uang kembalian Rp 85.000 dan sebungkus rokok seharga Rp 15.000.

Di sebuah tempat di salah satu gunung di Banten dikabarkan sebagai tempat bagi orang yang mengubah daun, tanaman tertentu, jadi uang. Daun memang bisa jadi uang melalui ritual tertentu, tapi imbalannya adalah anak jadi tumbal. Uang itu bukan daun yang berubah, seperti disebutkan oleh ‘orang pintar’ di sana daun diganti dengan uang yang diambil dari tempat lain. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun