Skenario ketahanan bahan bakar minyak (BBM) nasional menghadapi masalah besar karena konsumsi nasional tidak sebanding dengan produksi migas nasional. Dengan produksi minyak mentah 834.000 barrel/hari per Juli 2016, tentu saja tidak akan pernah mencukupi kebutuhan minyak mentah nasional yang mencapai 1,4 juta barrel/hari.
Maka, tidak ada pilihan lain selain mengimpor BBM dan minyak mentah. Selain membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN), impor itu pun merusak tatanan ketahanan energi nasional karena terjadi ketergantungan yang sangat riskan. Fluktuasi kurs dolar AS dan konstelasi politik dunia mempengaruhi pasaran BBM dan minyak mentah dunia.
Rantai Perizinan
Taslim memberikan contoh sumur di Bojonegoro, Jawa Timur. Pemerintah setempat mengeluarkan Perda yang mewajibkan perusahaan minyak memakai tenaga kerja lokal. “Wah, investor di sana kelabakan,” kata Taslim. Ini contoh kecil yang justru mengganggu kegiatan perusahaan karena kualifikasi yang dibutuhkan tidak selamanya tersedia di daerah tsb.
Penemuan sumur baru dengan produksi yang besar sangat sedikit karena investor yang tertarik di sektor hulu migas menghadapi segudang masalah mulai dari perizinan yang banyak dan lama sampai kepada tantangan kondisi alam. Selama ini investor migas yang sudah menang tender harus mengurus izin sebanyak 314 mulai dari izin di kementerian, lembaga sampai ke daerah tempat beroperasi. “Sekarang tinggal 71 izin,” kata Taslim sembari memberikan penjelasan hal itu berkat kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang menghapus peraturan-peraturan, termasuk peraturan daerah (Perda), yang menghambat investasi.
Kebutuhan migas nasional sangat tergantung pada produksi 67 wilayah kerja (WK) yang sudah memasuki fase produksi. Kebutuhan migas tidak bisa diharapkan sepenuhnya kepada 67 WK tsb. karena sebagaian besar merupakan sumur-sumur tua yang sudah berproduksi sejak puluhan tahun yl. “Sedikit saja 67 WK ini terganggu, produksi nasional akan terkena dampaknya,” ujar Taslim.
Sampai bulan Juni 2016 tercatat 289 WK migas di Indonesia. Dari jumlah ini 85 pengembangan WK migas telah disetujui dan sudah memasuki fase eksploitasi. Namun, hanya 67 WK yang sudah berproduksi, sedangkan 18 WK lain dalam tahap pengembangan. Sementara itu 204 WK migas lagi dalam fase eksplorasi.
Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka kebutuhan migas pun besar pula. Untuk itulah diperlukan ekspolasi yang banyak agar cadangan migas baru banyak yang ditemukan. Ini perlu dilakukan agar kebutuhan migas dalam negeri bisa tercukupi dan impor migas bisa dikurangi.
Secara ekonomis kebutuhan migas tidak akan terganggu jika setiap tahun jumlah cadangan migas baru minimal sama jumlahnya dengan cadangan yang diproduksi pada tahun yang sama. Perbandingan antara cadangan yang baru ditemukan dan cadangan yang sedang dieksploitasi dikenal dengan istilah rasio penggantian cadangan atau reserve replacement ratio (RRR). Bisnis hulu migas bisa berjalan jika RRR minimal 100 persen.
Sumur Baru
Namun, biar pun izin sudah berkurang bagi Marjolijn Wajong, Executive Director Indonesian Petroleum Association (IPA), tetap jadi masalah besar bagi investor karena memakan waktu yang lama. Selain itu juga meningkatkan pengeluaran yang besar. Investor migas, menurut Marjolijn, mengeluarkan dana ratusan juta dolar AS tanpa jaminan keberhasilan.
Selain mata rantai perizinan yang panjang WK migas nasional pun tidak menarik bagi investor karena tenggang waktu antara eksplorasi dan produksi migas sangat besar. Berdasarkan data dari tahun ke tahun masa tenggang waktu itu kian panjang yaitu antara 8-16 tahun. Blok Cepu, misalnya, yang ditemukan tahun 2001 baru berproduksi secara komersial tahun 2016.
Padahal, eksplorasi merupakan jawaban terhadap upaya menyeimbangkan produksi dan konsumsi migas. Tanpa eksplorasi tidak akan ada eksploitasi migas. Kegiatan ini membutuhkan dana yang sangat besar dengan risiko yang sangat tinggi pula. Pada tahun 2009-2013 ada delapan perusahaan migas yang melakukan eksplorasi di Selat Makassar dan Sulawesi dengan investasi 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 13 triliun. Perusahaan ini dibayang-bayangi kerugian besar karena mereka belum menemukan cadangan migas yang ekonomis, sedangkan ketentuan kontrak bagi hasil migas menyebutkan biaya selama eksplorasi ditanggung oleh investor.
‘Gangguan-gangguan’ itulah yang diharapkan dihilangkan agar produksi migas nasional bisa diperkuat dengan penemuan sumur baru yang ekonomis. Untuk itulah, menurut Taslim, diperlukan dukungan kuat dari berbagai pihak yang terkait (stakeholder) agar WK yang masih tahap eksplorasi dan pengembangan bisa segera berlanjut ke tahap berproduksi. Dalam bahasa lain Taslim mengatakan bahwa sektor hulu migas erat kaitannya dengan banyak sektor dan kepentingan, maka “Kami butuh dukungan dari semua pihak untuk mewujudkan ketahanan migas melalui industri hulu migas,” ujar Taslim.
Maka, regulasi yang mendukung kemudahan eksplorasi menjadi bagian dari upaya menemukan sumur baru demi ketahanan migas nasional. Tanpa regulasi yang mendukung eksplorasi sama saja dengan menunda penemuan sumur bagu migas yang pada gilirannya meningkatkan impor migas.
Fakta menunjukkan sejak tahun 20014 Indonesia sudah jadi negar net importer minyak. Jika kondisi sekarang tidak berubah, maka pada tahun 2014 Indonesia juga akan jadi negara net importer gas.
Untungkan Pemerintah
Memang, setiap tahun pemerintah melelang WK migas. Tapi, tidak banyak investor yang tertarik menamakan modal dalam industri hulu migas di Indonesia karena banyak faktor.
Pemerintah kemudian menetapkan pemenang lelang, selanjutnya SKK Migas sebagai perwakilan pemerintah akan menandatangani kontrak kerja sama dengan kontraktor pemenang lelang. Kontraktor pemenang lelang akan memulai kegiatan dengan eksplorasi mencari cadangan migas yang komersial. Kalau berhasil dilanjutkan ke rencangan pengembangan dengan persetujuan Menteri ESDM.
Berbekal persetujuan ini kontraktor pun melanjutkan kegiatan ke tahap pengembangan dan produksi. Kalau gagal mencapatkan cadangan migas yang ekonomis, itu artinya kontraktor rugi besar. Semua kegiatan di hulu migas mulai dari eksplorasi sampai produksi diawasi langsung oleh SKK Migas dengan maksud agar kegiatan usaha hulu migas itu benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.
Selama ini pemerintah terpukau karena produksi minyak Indonesia terbesar di Asean, tapi karena konsumsi yang terus meningkat dan produksi yang terus berkurang akhirnya terjadi ketimbangan antara produksi dan konsumsi. Cadangan terbesar di Indonesia justru gas bumi. Celakanya, seperti disampaikan Taslim, sumber-sumber gas bumi ada di luar Pulau Jawa sedangkan pengguna gas bumi ada di Pulau Jawa. Persoalannya adalah infrastruktur untuk mengalirkan gas alam tidak ada sehingga gas alam tidak bisa dimanfaatkan secara efektif mendukung pengggunaan minyak bumi.
Jika produksi minyak bumi pada tahun 2025 tidak mencapai 2 juta barrel/hari, maka Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak. Kebutuhan minyak bumi nasional saat ini tergantung kepada 67 wilayah kerja yang tidak semuanya menghasilkan minyak bumi yang besar.
Untuk itulah, Taslim dan Marjolijn berharap agar pemerintah mendukung regulasi di sektor industri migas agar investor berdatangan mencari sumur minyak baru yang besar. Tanpa penemuan sumur baru yang besar Indonesia akan jadi negara importir minyak. ***
Twitter: @infokespro
Facebook: https://www.facebook.com/syaifulwharahap
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H