Pemerintah sendiri, seperti disampaikan Menkes Nila, juga fokus untuk mencegah masuknya virus yang disebabkan gigitan nyamuk itu ke Indonesia (kompas.com, 31/8-2016).
Masalahnya adalah kalau ada WN Singapura pengidap virus Zika berkunjung ke Batam, misalnya, lalu digigit nyamuk aedes aegypti. Selanjutnya nyamuk tsb. menggigit orang lain terjadilan penyebaran virus Zika.
Laporan CDC (Centers for Disease Control and Prevention) yaitu Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, AS, menyebutkan selain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus) yang juga menulakan virus dengue (demam berdarah) dan chikungunya, penularan dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, tranfusi darah yang tercemar virus Zika, dan melalui hubungan seksual (http://www.cdc.gov/zika/transmission).
Nyamuk Penyebar Zika
Disebutkan oleh CDC penularan melalui hubungan seksual bisa terjadi biar pun pengidap virus Zika tidak menunjukkan gejala-gejala, selama ada gejala, dan setelah tidak ada gejala yang terkait dengan infeksi virus Zika. Studi yang sedang dilakukan adalah mencaritahu berapa lama virus Zika ada di semen (cairan yang keluar dari penis ketika penis ereksi) dan di carian vagina orang-orang yang mengidap virus Zika serta berapa lama hubungan seksual berlangsung agar terjadi penularan virus. Satu hal yang sudah diketahui adalah virus Zika lebih lama bertahan di semen daripada di cairan vagina, air kencing dan darah.
Ada yang mengangap Pemerintah Singapura terlalu reaktif menghadapi kasus virus Zika yang merebak di ‘Negara Pulau’ itu, tapi kalangan lain mengatakan hal yang wajar karena setiap tahun pada saat yang sama dengan perebakan virus Zika ada 28.000 warga Singapura dan pemegang permanent residents yang hamil (www.channelnewsasia.com, 31/8-2016). Seperti diketahui jika seorang perempuan hamil tertular virus Zika, maka janin bisa mati atau lahir dengan cacat fisik yaitu kepala yang mengecil dari ukuran normal sehingga terjadi kerusakan otak.
Jika ada WN Singapura pengidap virus Zika melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) atau ‘bini simpanan’ di wilayah Riau dan Kepulauan Riau, khususnya di P Batam, maka itu artinya mata rantai penyebaran virus Zika akan terjadi yang pada gilirannya akan merebak ke seluruh Indonesia. Dikabarkan setiap tahun 2.000.000 orang hilir-mudik Kepulauan Riau-Singapura (Harian “KOMPAS”, 2/9-2016).
Soalnya, PSK di Batam datang dari semua daerah di Indonesia. Laki-laki ‘hidung belang’ yang memakai jasa PSK di Batam juga datang dari berbagai daerah di Nusantara. Nah, PSK yang tertular virus Zika akan menularkan virus ke laki-laki yang dilayaninya. Laki-laki yang tertular virus Zika pun akan menularkan virus ke perempuan lain seperti ke istri, pacar, selingkuhan atau PSK di daerah lain.
Pemerintah Singapura sendiri menyebutkan bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi virus Zika melalui tes adalah pekerja bangunan warga asing (kompas.com, 29/8-2016). Sayang, tidak dirinci kewarganegaraan pekerja bangunan warga asing itu.
Maka, yang perlu dikoordinasikan adalah meminta data dari pemerintah Singapura tentang kewarganegaraan buruh bangunan asing itu. Jika ada WNI, maka langkah pencegahan bisa dilakukan dengan tepat.
Nyamuk yang menjadi media penyebaran virus Zika, Aedes aegypti, berkembang biak di seluruh wilayah Nusantara sebagai penyebar demam berdarah yang juga jadi masalah besar bagi kesehatan di Indonesia. Itu artinya penanggulangan virus Zika kian berat karena selain mengatasi gigitan nyamuk ada diperlukan pula langkah konkret mencegah penularan melalui hubungan seksual. Bisa jadi ‘nasib’ korban virus Zika sama dengan pengidap HIV/AIDS yang distigmatisasi (cap buruk) dan didiskriminasi (perlakuan berbeda) karena dikaitkan dengan moral dan agama. ***