Astaga. Rupanya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly tidak membaca data jumlah tahanan dan narapidana di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) yang justru dikeluarkan oleh Ditjen PAS yang merupakan bagian dari Kemenkum HAM. Menurut Yasonna, jika semua narapidana korupsi tak mendapat remisi, maka dibutuhkan tambahan lembaga pemasyarakatan (Lapas) [Menteri Yasonna Berkeras Ada Remisi Bagi Koruptor: Kalau Tidak Lapas Penuh, detiknews, 17/8-2916].
Data Ditjen PAS yang dilansir melalui Humas Ditjen PAS menunjukkan komposisi tahanan dan napi di Rutan dan Lapas justru yang lebih banyak adalah terkait kasus narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) yaitu 77.351. Bandingkan dengan kasus korupsi 4.907.
Alasan Menkum HAM Yasonna itu jelas tidak masuk akal dan di luar akal sehat karena persentase tahanan dan narapidana koruptor hanya 1,92 persen dari tahanan dan napi yang ada di rutan dan lapas di seluruh Indonesia. Maka, amatlah masuk akal kalau kemudian pegiat antikorupsi Emerson Yuntho menyarankan agar Yasonna membaca baik-baik data jumlah napi koruptor di Lapas (detiknews, 18/6-2016).
Agaknya, bagi Yasonna angka 1,92 persen itu sangat besar. Atau ‘penerawangan’ Yasonna tahanan dan napi koruptor akan melebihi kasus narkoba? Kalau ini yang menjadi dasar pemikiran Yasonna, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah harus mengambil langkah-langkah strategis menghadapi booming korupsi seperti ‘penerawangan’ Yasonna.
Memang, kalau memakai akal sehat pernyataan Yasonna itu justru menjungkirbalikkan akal sehat karena yang membuat rutan dan lapas over capacity (kelebihan daya tampung) justru kasus narkoba yang mencapai hampiar separuh kapasitas rutan dan lapas di Indonesia penuh sesak karena tahanan dan napi narkoba.
Peradilan di banyak negara pun kemudian mengutamakan hukuman berupa rehabilitasi medis daripada hukuman fisik di penjara. Lagi pula, menurut Dave Burrows, konsultan narkoba di Australia yang juga pernah ke Indonesia, korban narkoba memerlukan rehabilitasi dan itu tidak akan pernah diperoleh napi narkoba selama di LP (Menghitung-hitung Untung Rugi LP Narkoba).
Dalam UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga jelas diatur rehabilitasi sebagai masa huuman bagi kasus nakoba, yaitu di Pasal 103:
(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Maka, amatlah wajar kalau kemudian sejuta tanya menggelayuti pikiran yang berjalan dengan akal sehat pada koridor nalar: Ada apa gerangan di balik usulan Menkum HAM yang akan tetap merevisi peraturan agar napi narkoba bisa dapat remisi (pengurangan) masa hukuman? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H